Padang (ANTARA) -
Tendangan Nabil Asyura pada menit 42 tanpa disangka meluncur ke tiang dekat gawang Tim Nasional Maroko. Bola menghunjam manis ke dalam gawang tanpa bisa dicegah penjaga gawang. Gol.

Tendangan bebas yang cantik. Gol pertama pemain muda binaan PPLP Sumatera Barat dalam ajang Piala Dunia U17 itu, mengguncang seisi kedai kopi di pinggiran Kota Padang.
 
Belasan orang yang menonton pertandingan dari layar kaca itu bersorak-sorak, menepuk-nepuk meja dengan adrenalin yang terpacu. Tidak peduli pada segelas kopi panas yang tumpah, padahal baru saja dipesan.
 
Maklum, bagi mereka, gol Nabil Asyura itu bukan sekadar gol yang mengejar ketertinggalan dua gol dari Tim Nasional Maroko. Gol itu adalah sejarah. Sejarah sepakan "Pandeka Muda Minang" di pentas dunia.
 
Nabil, anak muda asal Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, itu menyulut rasa bangga yang tidak kepalang di dada mereka. Sama seperti bangganya pada Ikram Al Giffari yang dipercaya menjadi penjaga mintar gawang Indonesia sejak gelaran Piala Dunia U17 tahun 2023 bermula.
 
Nabil dan Ikram menjadi bukti bahwa Pandeka Minang bukan hanya "bagak" di kandang saja, tetapi telah mereka mampu menghunjamkan coretan sejarah di pentas dunia.
 
Gol Nabil itu tidak hanya mengalirkan rasa bangga bagi orang-orang di kampungnya. Gol itu juga mampu menghidupkan kembali asa 220 juta rakyat Indonesia yang sempat pudar dihempas dua gol Maroko pada menit 29 dan 39.
 
Seperti juga halnya para Garuda muda yang tengah berjuang, di dada mereka, nyala semangat tersulut makin terang. Dari posisi lebih sering tertekan, anak-anak asuhan coach Bima Sakti mulai balik menekan.
 
Satu saja dalam benak mereka, gol penyama kedudukan. Lalu satu gol lagi untuk bisa terus melaju mengukir sejarah dengan tinta emas.
 
Sayangnya, hingga babak pertama usai gol yang diharapkan itu tidak kunjung datang. Bahkan, karena kesalahan di bidang permainan sendiri, pada babak kedua, Tim Nasional Maroko menambah satu gol lagi. 3-1. Gol yang memupus harapan Tim Nasional Indonesia untuk bisa melaju ke babak knock out.
 
Mimpi Garuda muda dan mimpi 220 rakyat Indonesia mungkin harus terkubur malam itu. Namun perjuangan para pemain muda Indonesia akan tercatat dalam sejarah sepak bola dunia. Dua poin hasil seri melawan Equador dan Panama menjadi hujan yang menyemai kebanggaan bagi bibit-bibit pemain sepak bola muda di seluruh pelosok Nusantara, termasuk Sumatera Barat.
 
Bagi masyarakat Sumatera Barat, sepak bola menjadi topik hangat sejak sepekan terakhir. Pada Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) Sumatera di Riau 4-14 November 2023, Tim Sepak Bola Ranah Minang juga berhasil meraih medali emas, setelah berhasil mengandaskan lawan-lawannya.
 
Belum habis manis dari kemenangan itu, Nabil dan Ikram menambah kadarnya, hingga nyaris terasa memabukkan. Samar-samar, harapan akan kebangkitan sepak bola Sumbar mulai terasa mekar.
 
Apalagi akhir-akhir ini, gairah turnamen sepak bola di Sumbar mulai terasa berdenyut hingga seluruh pelosok kabupaten dan kota. Tim-tim sepak bola amatir berbagai kelompok umur, dari muda hingga senior, kembali muncul dan mengikuti berbagai turnamen.
 
Sekolah sepak bola (SSB) bergerak, saling bersaing mencetak talenta-talenta muda. Bahkan, turnamen antarsekolah juga kembali marak dimotori oleh dinas pendidikan.
 
Tim kebanggaan "Urang Awak" Semen Padang FC juga terus memberikan porsi untuk para pemain muda berkembang, dengan merasakan atmosfir persaingan di ajang liga.
 
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi yang juga pecandu olahraga sepak bola menilai talenta anak muda di provinsi itu tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia. Bahkan, Nabil dan Ikram cukup menjadi bukti bahwa atlet muda Sumbar memiliki kemampuan untuk bisa bersaing di level yang lebih tinggi.
 
Dalam enam tahun terakhir, belasan talenta sepak bola Sumbar masuk radar tim seleksi untuk tim nasional. Pada 2017, tercatat 15 pemain lolos seleksi di tingkat provinsi, lima di antaranya kemudian lolos untuk seleksi tingkat nasional di Pekanbaru, Riau.
 
Pada 2021, ada satu nama asal Sumbar yang berhasil menembus seleksi dan mendapat kepercayaan pelatih Shin Tae-yong menjadi gelandang Tim Nasional U19, yaitu Genta Alfredo, pemain asuhan Semen Padang FC.
 
Pada tahun yang sama, empat pemain muda Sumbar, masing-masing lkram Alghifari, Imam Maulana, Sukrozan Naflis dan Andika Yonaldi, kemudian disusul M Nabil Asyura juga terpanggil. Ikram dan Nabil kemudian masuk skuad Tim Nasional U16 yang berlaga pada Piala AFF 2022.
 
Pada 2023, kembali pemain Sumbar dipanggil mengikuti seleksi Tim Nasional U17 untuk berlaga dalam Piala Dunia U17 yang diselenggarakan di Indonesia.
 
Selain Ikram dan Nabil yang kemudian mencatatkan sejarah dalam pentas sepak bola dunia, ada dua nama lagi yang terpanggil untuk seleksi, meski belum beruntung menjadi skuad tim nasional, yaitu Gala Pagamo dan Reyvan Resqi Ilahi.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi bersama Ikram Al Giffari. (ANTARA/Ho-Maifrizon)
Masuk radar tim nasional, meskipun akhirnya belum lolos seleksi, merupakan bukti bahwa Sumbar tidak pernah kering dari bakat-bakat muda. Hal itu seharusnya tidak hanya menjadi sebuah kebanggaan, namun harus menjadi motivasi untuk semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk memberikan akses pembinaan yang lebih baik.

Untuk itu langkah yang diambil Gubernur Sumbar Mahyeldi yang meminta dinas pemuda dan olahraga setempat untuk menambah kuota penerimaan atlet sepak bola pada Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Sumbar patut didukung semua pihak.
 
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berada di bawah kewenangan Pemprov Sumbar, PPLP yang telah memiliki "kurikulum" pembinaan yang cukup baik perlu terus dikembangkan menjadi lebih baik. Penting untuk menetapkan standar pembinaan di sana. Kalau bisa berstandar dunia.
 
Pelatih-pelatih hebat nasional perlu didatangkan, setidaknya untuk memberikan coaching clinic guna memperkuat pemahaman dan keterampilan pemain.
 
Tentu, semua itu perlu dukungan anggaran karena tanpa anggaran yang mencukupi, sulit untuk bisa memberikan pembinaan terbaik pada atlet. Pemerintah kabupaten dan kota juga perlu memberikan dukungan pada SSB.
 
Anggaran memang menjadi persoalan klasik, namun dengan kepiawaian dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di tingkat provinsi dan kota/kabupaten, urusan itu bukanlah persoalan yang tidak bisa dicarikan solusi.
 
Lalu, yang sering terlupa adalah menciptakan iklim persaingan yang sehat melalui turnamen yang terstruktur dan berkelanjutan di daerah. Seperti dikatakan Franklin D. Roosevelt, "A smooth sea never made a skilled sailor,". Laut yang tenang tidak akan membuat pelaut andal. Turnamen asal jadi tidak akan mengasah maksimal potensi para talenta muda.
 
Saatnya sepak bola Sumatera Barat bangkit!

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023