Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 12 organisasi massa (ormas) yang terdiri atas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi akademik menyatakan dukungannya terhadap penguatan pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksana Undang-Undang Kesehatan (RPP Kesehatan).

Kedua belas organisasi tersebut adalah Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Indonesia Institute for Social Development (IISD), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Rumah Mediasi Indonesia, Raya Indonesia, Tobacco Control Support Center (TCSC), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, dan Udayana Central
 
"Kami, yang tergabung dalam kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian mendalam terhadap dampak negatif konsumsi zat adiktif tembakau dan turunannya di Indonesia, dengan tegas dan lugas menyuarakan pernyataan bersama ini sebagai bentuk dukungan kami terhadap penguatan pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan yang saat ini sedang dalam proses perumusan," kata Project Officer Yayasan Lentera Anak Rama Tantra di Jakarta, Rabu.
 
Rama menyatakan pihaknya menyerukan komitmen yang lebih kuat dalam mengejar target penurunan prevalensi perokok anak, dalam upaya mendukung langkah-langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat dan menciptakan generasi emas Indonesia.
 
Untuk itu, sambungnya, pihaknya menyoroti sejumlah poin krusial untuk menjadi perhatian pemerintah. Pertama, agar peringatan kesehatan bergambar pada kemasan produk tembakau diperluas semaksimal mungkin hingga 90 persen untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi produk tersebut.

Baca juga: Legislator: RPP UU Kesehatan ancam ekosistem pertembakauan nasional
 
"Kedua, pembatasan akses produk tembakau dan rokok elektronik. Kami mendesak agar pemerintah melarang penjualan produk tembakau secara ketengan, melalui mesin mandiri, dan melalui e-commerce," ujar Rama.
 
Ketiga, kata dia, pengetatan iklan, promosi, dan sponsor. Dia menilai larangan iklan di internet dan di luar ruang termasuk pemajangan produk harus diterapkan sesuai praktik baik yang telah dilakukan di berbagai daerah untuk mencegah dan melindungi anak-anak.
 
Keempat, sambungnya, mendorong penerapan 100 persen Kawasan Tanpa Rokok sesuai dengan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 tanpa terkecuali, sebagai langkah konkret dalam melindungi masyarakat.
 
Kemudian dalam poin kelima dan enam, pihaknya mendukung koordinasi yang baik pada pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk memastikan pelaksanaan aturan secara efektif dan menyeluruh, sesuai dengan amanat negara untuk melindungi rakyat.
 
"Ketujuh, Tidak terpengaruh oleh Industri Rokok. Kami mendukung pemerintah untuk tidak terpengaruh oleh upaya intervensi dari industri rokok," kata Peneliti Tim Riset PKJS-UI Risky Kusuma Hartono melanjutkan pernyataan tersebut.
 
Kedelapan, kata dia, pertahankan aturan pengamanan zat adiktif, pihaknya mendukung pemerintah agar tetap teguh mempertahankan aturan pengamanan zat adiktif di dalam RPP Kesehatan sebagai langkah urgensi perlindungan masyarakat dari bahaya rokok.
 
Terakhir, sambungnya, rokok legal, tetapi tidak normal. "Maka produk zat adiktif tembakau, rokok konvensional, dan rokok elektronik harus diatur dan dibatasi konsumsinya demi menekan dampak buruk yang diakibatkannya," tutur Risky.

Baca juga: Pakar hukum: RPP pengaturan zat adiktif pertimbangkan seluruh aspek
Baca juga: DPR RI diminta tak hapus pasal zat adiktif pada RUU Kesehatan
Baca juga: YLKI minta revisi PP pengamanan zat adiktif segera disahkan

 

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023