Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Pusat Penelitian Center for Geopolitics and Geostrategy Studies Indonesia (CGSI) menilai diplomasi digital memiliki peran penting untuk menekan dampak akibat krisis geopolitik global.

“Diplomasi digital itu sekarang menjadi bagian komunikasi yang dilakukan para petinggi antarnegara,” kata Ketua Dewan Pembina CGSI Ermaya Suradinata di sela Seminar Nasional Geopolitik dan Geostrategi Indonesia Rise 2045 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Perkembangan geopolitik dan geostrategi dunia di antaranya perang Rusia dan Ukraina, ketegangan di Laut Natuna Utara antara China dan Amerika Serikat, hingga konflik Hamas dan Israel yang langsung atau tidak langsung berdampak kepada ekonomi dunia, termasuk Indonesia, paparnya.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) 2001-2005 itu menambahkan bahwa diplomasi digital menjadi kunci strategis dalam mengelola hubungan internasional dan mempromosikan kepentingan nasional.

Diplomasi itu, katanya, mencakup serangkaian inisiatif, termasuk kampanye media sosial, produksi konten digital, dan penggunaan teknologi informasi untuk memfasilitasi dialog antarnegara.

Untuk itu, kata dia, kepemimpinan Indonesia perlu memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan potensi ekonomi negara, peluang investasi, dan membangun kepercayaan investor.

Baca juga: Menelaah dampak krisis geopolitik global terhadap ketahanan pangan
Baca juga: Sri Mulyani dan Menkeu AS sepakat geopolitik sebabkan krisis pangan


Konten informatif terkait iklim investasi, kebijakan ekonomi, program dari hulu ke hilir, dan keberhasilan proyek investasi dapat membantu menciptakan lingkungan yang positif dan memberikan keyakinan kepada pelaku pasar global, katanya.

Meski begitu, ujar dia, diplomasi digital perlu mendapat perhatian yang serius mengingat praktik lapangan memanfaatkan kecerdasan buatan atau AI sehingga perlu kewaspadaan di antaranya perang siber hingga bahaya pembobolan oleh peretas yang sudah banyak meretas situs lembaga pemerintahan.

“Maka teknologi yang tadinya diharapkan bisa mempermudah diplomasi dengan digital tapi kewaspadaan juga perlu ditingkatkan. Deterrent (pencegahan) harus diciptakan untuk antisipasi,” kata Guru Besar Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) itu.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara (LAN) Bambang Sapto Pratomosunu menjelaskan sejumlah langkah perlu dilakukan oleh kalangan bisnis termasuk korporasi agar lebih kuat menyikapi geopolitik dan geostrategi itu.

Mantan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengungkapkan upaya tersebut di antaranya diplomasi, partisipasi dalam kerja sama internasional, memberikan ruang untuk investasi asing langsung, terlibat dalam aktivitas sosial, membangun inovasi, riset, dan pengembangan SDM.

Tak hanya itu, ia mengutarakan nilai yang diusung Menteri BUMN Erick Thohir, yakni AKHLAK atau Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif menjadi salah satu upaya menyikapi geopolitik global.

“Ini nilai yang perlu dikembangkan untuk membangun korporasi yang kuat,” katanya.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023