yang diantisipasi dan disiapkan oleh negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia adalah meminimalisir risiko yang kemungkinan terjadi seperti dampaknya terhadap petani kecil jangan sampai terpinggirkan
Surabaya (ANTARA) - Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) berupaya meminimalisasi risiko dari implementasi Regulasi Deforestasi Uni Eropa​​ (European Union Deforestation-Free Regulation/EUDR) terhadap petani sawit.
 
"Apa yang diantisipasi dan disiapkan oleh negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia adalah meminimalisir risiko yang kemungkinan terjadi seperti dampaknya terhadap petani kecil jangan sampai terpinggirkan gara-gara untuk memenuhi syarat dari EUDR," kata Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman di Surabaya, Jawa Timur pada Jumat.
 
Berdasarkan standar Uni Eropa, Indonesia dinilai sebagai negara dengan penghasil komoditas yang memiliki risiko deforestasi tinggi, salah satunya melalui ekspor minyak kelapa sawit.
 
Salah satu upaya yang telah dilakukan CPOPC salah satunya menjadi fasilitator Joint Task Force (satuan tugas) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.
 
Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR.
 
Joint Task Force sendiri menjadi platform yang berfungsi sebagai mekanisme konsultatif untuk mendukung koordinasi dan mendorong pemahaman bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa terkait dengan EUDR.
 
"Joint Task Force ini membahas pemahaman dan membahas concern-concern yang dihadapi oleh negara produsen terutama berkaitan dengan aturan baru yang ada di Eropa termasuk memastikan jangan sampai dengan adanya EUDR petani kecil kita menjadi terpisah dari rantai pasok untuk minyak sawit," ujar Rizal.
 
Selain itu, sambung Rizal, CPOPC juga tengah mengembangkan sistem penelusuran rantai produksi sawit yang terintegrasi dengan data dari surat tanda daftar budidaya elektronik (e-STDB), sistem informasi perizinan perkebunan (Siperibun), dan sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Sistem yang dikembangkan untuk digunakan sebagai tracebility untuk melihat ketelusuran sawit yang diekspor itu berasal dari lahan mana dan dari pohon di mana," ucap Rizal.
 
EUDR, yang diberlakukan Uni Eropa pada 16 Mei 2023, dibuat untuk melarang masuknya tujuh produk komoditas, yang dinilai menyebabkan deforestasi, kecuali lolos berbagai proses uji kelayakan.
 
Produk-produk komoditas yang tercakup dalam regulasi tersebut adalah kelapa sawit, kayu, kopi, kakao, karet, kedelai, dan sapi ternak.
 
Meski EUDR diterapkan untuk para operator atau trader di Uni Eropa, industri sawit dan petani sawit kecil diperkirakan akan tetap ikut terkena dampak.
 
Menurut Rizal, EUDR akan memberikan dampak signifikan terhadap petani sawit, sebab ada kesenjangan antara regulasi EUDR dan kondisi di lapangan yang dihadapi petani sawit sehari-hari.
 
Regulasi tersebut memberlakukan benchmarking atau pengelompokan negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yakni risiko tinggi, risiko menengah dan risiko rendah.
 
"Kita pastikan jangan sampai mereka (petani sawit) tertinggal, jadi kita meminta kepada pihak Uni Eropa untuk bisa tetap memperhatikan perhatian terhadap petani kecil kita," imbuh Rizal.

Baca juga: CPOPC apresiasi generasi muda dukung industri sawit berkelanjutan
Baca juga: Wapres minta dukungan Yunani hadapi sikap diskriminatif UE soal sawit
Baca juga: RSPO catat wilayah disertifikasi di Indonesia naik 6 persen

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023