Jakarta (ANTARA) -
Wasit Dean Herb mungkin berpikir pertarungan kelas bulu UFC 82 antara Jeka Saragih melawan Lucas Alexander di UFC Apex, Las Vegas, AS, pada Sabtu (18/11) setempat akan berlangsung lama. Sang wasit kawakan itu mungkin menduga laga akan berlangsung tiga ronde, dan pemenang baru akan ditentukan melalui perhitungan poin.
 
Namun, yang terjadi tidak demikian. Jeka Saragih, justru tidak memerlukan waktu lama untuk membuat Lucas yang berasal dari Brasil takluk.
 
Total pertarungan itu justru hanya berlangsung selama 1 menit 31 detik, atau 91 detik. Jeka yang tampil agresif berhasil mengakhiri perlawanan Lucas dengan kombinasi tinju kanan-kirinya, dan memaksa wasit Herb menghentikan pertandingan untuk mendaulat Jeka sebagai pemenang.
 
Kini, momen indah itu berlalu hampir sepekan. Kenangan yang bahkan tidak pernah terlintas dalam mimpi terliar Jeka.
 
“Mungkin kemarin Indonesia pernah mengirim beberapa atlet untuk berlaga di Road to UFC, dan saya salah satunya pengganti dari China. Mungkin saya bisa mendapatkan kontrak ini, mungkin rezeki saja sih. Saya tidak menyangka juga bisa berkompetisi di UFC,  dan sampai saat ini seperti mimpi saja rasanya,” kata Jeka pada acara bincang-bincang dengan para pewarta di Prince Center, Jakarta, Jumat (24/11).
 
Dulu dia biasa menonton UFC, dan sekarang bisa berdiri di panggung UFC serta memenangkan pertandingan itu di UFC. 
 

Jalan panjang menuju UFC
 
Sebagai manusia beragama, tentu wajar saat Jeka mengucapkan bahwa penampilannya, dan kemenangannya, di UFC sebagai anugerah dari Tuhan. Perlu usaha keras untuk mewujudkan apa yang kini menjadi takdir Tuhan tersebut.
 
Jalan panjang Jeka di dunia bela diri campuran telah terentang sejak 2016 saat ia pertama kali terjun di ajang MMA One Pride pada 2016. Bahkan lebih panjang lagi jika memasukkan perjalanannya di dunia bela diri dengan menjadi atlet wushu, yang pernah mengantarkannya berkompetisi di Pekan Olahraga Nasional (PON) serta bertanding mewakili Indonesia pada turnamen di Filipina sekira 2014 sampai 2015.
 
Pada debutnya di MMA One Pride, Jeka menelan kekalahan dari Kevin Sulistio. Namun kekalahan itu tidak menyurutkan semangat Jeka berlatih, dan hasilnya ia petik dengan memenangi delapan pertarungan secara beruntun dan menjadi juara kelas 70 kilogram pada 2017.
 
Selepas berkiprah di MMA One Pride, dengan keberhasilan mempertahankan gelar juara sebelum kemudian kalah dari Angga Hans pada 2020, Jeka mantap menatap kolam yang lebih besar, Liga Champions-nya bela diri campuran, UFC.
 
Di UFC, kiprah Jeka diawali dengan terjun di ajang Road to UFC (RUT) 2022. Road to UFC merupakan turnamen yang mempertemukan para petarung papan atas Asia, di mana juaranya akan dikontrak oleh UFC.
 
Jeka mampu menaklukkan Pawan Maan Singh dari India pada perempat final RUT kelas ringan dengan kemenangan KO. Beranjak ke semifinal, ia mempecundangi atlet Korea Selatan Bin Ki Won, lagi-lagi dengan kemenangan KO. Sayangnya Jeka gagal menjadi juara setelah pada final ia kalah TKO dari petarung India lainnya, Anshul Jubli.
 
Sebagai catatan, selain Jeka, terdapat petarung-petarung lain dari Indonesia yang juga mengikuti RUT. Namun baik Rama Supandhi (kelas terbang), Gugun Gusman (kelas bantam), dan Angga Hans (kelas bulu), langkahnya terhenti pada pertarungan pertama.

Mendapat kontrak UFC
 
Sastrawan Rusia Leo Tolstoy pernah menulis cerita pendek berjudul “Tuhan tahu tapi Ia menunggu.” Mungkin situasi itu sangat layak disandingkan dengan kiprah Jeka, sebab meski gagal menjadi juara RUT, ia tetap dikontrak oleh UFC. Keberhasilan Jeka memenangi dua pertandingan dengan KO diketahui menjadi alasan kuat UFC untuk mengontrak petarung asal Simalungun tersebut.
 
Setelah kontrak diteken, latihan intensif di Amerika pun diikutinya selama lima bulan. Tapi Jeka urung mendapat kesempatan bertarung, sebab UFC kemudian kesulitan menemukan lawan bagi dirinya.
 
Calon lawan pertama Jeka, Jesse Butler, menyatakan mundur dari pertarungan yang mestinya digelar pada 18 November silam dengan alasan cedera.
 
UFC kemudian mendapatkan lawan yang sesuai untuk Jeka, yakni Charlie Campbell. Namun Jeka kembali harus memendam keinginan naik octagon, karena Campbell ternyata tidak dapat menurunkan berat badannya agar dapat bertanding di kelas bulu.
 
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Lucas Alexander kemudian mengajukan tantangan kepada  Jeka,  petarung dengan julukan “Si Tendangan Maut” itu.


Bangun kamp latihan
 
Kemenangan melawan Lucas Alexander mendatangkan keuntungan finansial yang sangat besar bagi Jeka, sebab ia mendapat bonus sebesar 50.000 dolar. Dalam berbagai kesempatan, Jeka menyebut uang bonus itu akan dipakainya untuk membangun kamp latihan di kampung halamannya.
 
“Karena saya lihat sarana prasarana olahraga di daerah saya itu enggak ada, apalagi di Simalungun itu GOR (Gelanggang Olah Raga) saja tidak ada, makanya saya buat kamp latihan,” ucap Jeka.
 
“Kita punya kesempatan dari Tuhan, rezeki. Alangkah baiknya kita bisa memanfaatkan sama orang-orang di sekitar kita,” ucapnya seraya menambahkan bahwa kamp latihan itu rencananya akan dibangun di Kota Madya Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun.
 
Jeka sangat berharap keberhasilannya mengharumkan nama Indonesia di kancah UFC, akan dapat menginspirasi para petarung tanah air lainnya untuk mengikuti jejaknya berkiprah di panggung besar tersebut.  Potensi fighter-fighter di Indonesia ke depan diharapkan lebih maju,  karena  dukungan dari berbagai pihak.  
 
Masyarakat olahraga Indonesia, khususnya pecinta olahraga bela diri campuran, tentu berharap prestasi Jeka tidak berhenti pada kemenangan di laga debut. Kemenangan-kemenangan selanjutnya tentu sangat dinanti publik Tanah Air, dan yang tidak kalah penting adalah hadirnya sosok-sosok penerus Jeka yang mampu membuktikan bahwa petarung Indonesia juga mampu berjaya di panggung dunia.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023