Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Pulmonologi Kedokteran Respirasi FKUI Prof. dr. Elisna Syahrudin, PhD. SpP(K) mengatakan bahwa pengobatan kanker paru harus disesuaikan kondisi individu sehingga tidak semua pasien bisa menjalani pengobatan dengan jenis yang sama.

Dia mendorong pasien untuk lekas memeriksakan diri atau melakukan skrining melalui bantuan dokter spesialis apabila gejala awal kanker paru mulai dirasakan agar dapat segera ditentukan pilihan pengobatan terbaik sesuai kebutuhan pasien.

"Kenapa (periksa ke dokter) itu penting? Karena itu untuk pilihan pengobatannya. Pengobatan untuk kanker paru itu bisa bedah, bisa radioterapi, bisa kemoterapi, bisa terapi target, bisa imunoterapi. Tidak semua orang sama pilihannya," kata Elisna saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Menurut Elisna beberapa faktor yang bisa menentukan pilihan pengobatan antara lain jenis kanker paru yang dialami, kelainan molekulernya seperti apa, serta sejauh mana tingkatan stadium kanker.

Apabila kanker ditemukan pada stadium dini, Elisna mengatakan kondisi tersebut lebih memungkinkan untuk dilakukan pembedahan pada pasien. Di masa sekarang, imbuh dia, modalitas terapi kanker paru juga semakin banyak sehingga diharapkan turut berdampak pada peningkatan angka harapan hidup.

Baca juga: YKI: Dukungan keluarga penting bagi kualitas hidup pasien kanker
Baca juga: Edukasi bahaya merokok harus dilakukan sejak dini


Kecepatan dalam menentukan pilihan pengobatan yang diputuskan oleh pasien dan keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah keparahan pada penyakit, bahkan mencegah terjadinya metastasis atau penyebaran kanker ke bagian organ yang lain.

"Untuk kanker paru kalau terlambat dua minggu memutuskan (pilihan pengobatan), itu cerita sudah berlanjut (bisa semakin parah)," ujarnya.

Hambatan terbesar dalam pengambilan keputusan, menurut dia, biasanya terjadi karena faktor kekhawatiran dari pihak keluarga. ​​​​Oleh sebab itu, dibutuhkan komunikasi dua arah antara tenaga medis serta pasien dan keluarga.

Pengambilan keputusan yang cepat terhadap pilihan pengobatan, maka keterlambatan penanganan pun bisa dicegah.

"Sebagian besar pasien itu kalau dijelaskan (oleh dokter) dengan benar tentang kondisinya sekarang, nanti terapinya mau apa, pasiennya menerima. Tapi yang sering adalah keluarga yang tidak menerima (kondisi)," ujar dokter yang juga aktif di Yayasan Kanker Indonesia (YKI) itu.

Elisa pun mendorong agar pihak keluarga dapat menjadi sistem pendukung utama yang baik bagi pasien. Harapannya, dukungan yang diberikan tersebut ikut berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien.

Baca juga: Pemprov PBD perkuat SDM nakes deteksi dini kanker serviks dan payudara
Baca juga: Lindungi anak dari kanker serviks, OASE KIM gelar imunisasi HPV anak

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023