Jakarta (ANTARA) - Pemberdayaan terhadap para penyandang disabilitas merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan yang sejalan dengan perumusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD).

Konvensi tersebut menjadi bentuk komitmen bersama 182 negara di dunia yang telah meratifikasi CPRD untuk membuat rancangan nasional masing-masing berupa program kerja demi mendukung penghormatan hak-hak disabilitas.

Adanya komitmen Sustainable Development Goals (SDGs) yang melibatkan 193 negara di dunia juga berupaya memastikan tidak ada satupun kelompok yang tertinggal (no one left behind), termasuk para penyandang disabilitas, dalam proses pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Hingga saat ini, pemerintah sudah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) untuk memastikan penyelenggaraan aksi-aksi nyata terhadap penyandang disabilitas. Artinya, sudah ada landasan hukum yang kuat untuk memberdayakan kaum disabilitas.

Salah satu bentuk dukungan nyata terhadap kelompok penyandang disabilitas adalah keberadaan Program Tanggung Jawab Sosial (TJSL) yang dinaungi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program ini—yang juga berorientasi mencapai 17 Tujuan SDGs—menjadi komitmen perusahaan untuk memberikan manfaat dalam aspek ekonomi, sosial, lingkungan, serta hukum dan tata kelola dengan prinsip lebih terintegrasi, terarah dan terukur dampaknya, dan akuntabel.

Satu dari tiga prioritas utama Program TJSL adalah memberdayakan dan membina Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar lebih tangguh dan mandiri. Mengingat ada 241.561 ribu dari 22,5 juta penyandang disabilitas yang menjadi wirausaha di Indonesia, PT Pegadaian melalui Program TJSL memberikan pelatihan peningkatan kapasitas pengusaha dengan penekanan terhadap nilai inklusivitas dan berkelanjutan kepada kaum difabel.

 

Pemberdayaan UMKM Disabilitas

Kegiatan pelatihan kepada para pelaku UMKM disabilitas dibagi menjadi dua alur. Pertama, mengadakan pelatihan tiga hari secara luring dan dilanjutkan selama tiga bulan pendampingan 1 on 1 secara daring.

Selama tiga hari, ada sejumlah materi yang diberikan PT Pegadaian. Mulai dari literasi keuangan, kesehatan mental, pengenalan bisnis, validasi produk dan konsumen, strategi pengembangan bisnis dan digital marketing, hingga efisiensi dan keberlanjutan bisnis.

Pada alur kedua, pendampingan secara daring disesuaikan dengan kebutuhan para wirausaha UMKM disabilitas melalui survei yang sudah disebarkan kepada mereka. Berdasarkan hasil pengumpulan data, para wirausaha disabilitas menginginkan pelatihan terkait konten dan desain dasar untuk sosial media usaha, legalitas untuk usaha, dan penggunaan aplikasi Pasar Digital (PaDi) UMKM .

Dalam melaksanakan program pemberdayaan terhadap UMKM disabilitas, PT Pegadaian mengajak yayasan sosial Alunjiva Indonesia—yang merupakan social enterprise—untuk memberdayakan penyandang disabilitas, pemuda, dan perempuan.

Keterlibatan Alunjiva dalam program pelatihan peningkatan kapasitas usaha para penyandang disabilitas dilandasi fakta bahwa UMKM di Indonesia berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Visi dan misi untuk memberdayakan penyandang disabilitas menjadi alasan lain untuk mereka terlibat dalam membantu pelatihan ini.

Selain berperan dalam penyebaran informasi terkait pelatihan yang diadakan PT Pegadaian, Alunjiva Indonesia menjalankan pelatihan dan pendampingan 1 on 1 terhadap para peserta. Melalui media WhatsApp, yayasan sosial tersebut memberikan kesempatan bagi para wirausaha disabilitas untuk sharing satu sama lain terkait berbagai persoalan yang berkaitan dengan usaha mereka.

Dengan mendapatkan ilmu, pengalaman, dan relasi baru, penerima manfaat program pemberdayaan UMKM disabilitas semakin berpotensi mengembangkan usaha mereka di masa yang akan datang.

 

Hasil Konkret Pasca Pelatihan

Menurut Executive Vice President Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Pegadaian Rully Yusuf, hasil evaluasi dari program yang telah dijalankan sudah cukup baik. Hal ini disebabkan adanya pemberian pendampingan 1 on 1 selama tiga bulan dan pemantauan hingga sesi diskusi meskipun program telah berakhir.

“Teman-teman yang memerlukan bantuan masih dapat berdiskusi di dalam grup, penyusunan materinya sudah baik, dan sudah sesuai karena telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta,” ucap dia.

Lebih lanjut, adanya pendampingan 1 on 1 membuat 15 dari 19 para peserta program yang diadakan PT Pegadaian mengalami peningkatan pendapatan usaha mereka walaupun belum mencapai 100 persen dari pendapatan sebelumnya.

Misalnya, pelaku UMKM bernama Yudit Yogi yang bergerak di bidang usaha fesyen dan aksesoris dengan brand Yogi Art merasa terdorong untuk lebih aktif memasarkan berbagai usahanya melalui media sosial dan broadcast WA. Melalui strategi tersebut, Yudit mendapatkan peningkatan pemesanan dan pendapatan sehingga mendorong usaha Yogi Art semakin berkembang.

Contoh lainnya ialah usaha makanan bernama Angkringan Tanah Jawa yang dibuat oleh Immanuel dan Ade Candra. Saat pelatihan berlangsung, usaha mereka sempat vakum karena ada permasalahan internal. Namun, pasca mengikuti program pendampingan, masalah usaha yang dihadapi teratasi dengan baik karena mendapatkan berbagai masukan terkait dengan operasional dan pengembangan usaha, sehingga Angkringan Tanah Jawa dapat beroperasi kembali di tempat baru.

Begitu pula dengan manfaat yang diperoleh pelaku usaha kuliner Tony Sanjaya. Dia memiliki kedai makanan bernama Aneka Gorengan Suroboyo, tetapi tidak pernah sekalipun memasarkan usahanya di media sosial karena belum memahami cara digital marketing.

Adanya pelatihan dari PT Pegadaian membuat Tony mampu melakukan pemasaran secara digital dan desain untuk konten produk media sosial. Pemateri memberikan masukan untuk memasang papan iklan di gerobak “menerima pesanan snack box untuk acara khitanan, arisan, dan lain-lain”. Saran tersebut kemudian dijalankan, dan membuat Tony memperoleh banyak pesanan untuk acara-acara seperti arisan dan khitanan.

Ketiga kisah para pelaku UMKM disabilitas tersebut menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari masing-masing usaha mereka, sehingga memungkinkan untuk merekrut tenaga kerja dari kalangan difabel pula. Apabila memang belum ada hasil konkret dalam pertumbuhan laba untuk sebagian peserta lainnya, setidaknya ilmu dan relasi yang didapatkan pasca mengikuti pelatihan dari PT Pegadaian bisa dimanfaatkan guna pengembangan bisnis ke depan.

Fokus utama yang bisa dilihat dari program TSJL ini adalah keberhasilan PT Pegadaian untuk memberikan pelatihan kepada para pelaku UMKM disabilitas, Kendati tidak banyak para penerima manfaat yang mengikuti program tersebut, tetapi upaya meningkatkan kapasitas usaha kaum difabel merupakan langkah penting menuju pembangunan inklusif bagi para penyandang disabilitas. Program ini dapat dikatakan telah mendukung usaha pemerintah dalam mencapai sejumlah Tujuan SDGs, seperti mendorong Pekerjaan yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (SDGs 8).

Keterlibatan para peserta dalam program pemberdayaan UMKM memiliki daya kuat untuk membangkitkan motivasi para pelaku difabel lainnya yang tidak mengikuti pelatihan untuk memahami dan melibatkan diri dalam praktik bisnis.

PT Pegadaian dapat secara berkesinambungan melakukan kolaborasi dengan berbagai mitra yang terlibat dalam proses pemberdayaan para kaum difabel, seperti yayasan sosial Alunjiva Indonesia, guna menyiapkan agenda-agenda selanjutnya terkait pemberdayaan UMKM disabilitas.

Menimbang program TJSL BUMN juga berfokus ke dua bidang prioritas lainnya, yaitu pendidikan dan lingkungan, sangat memungkinkan jikalau PT Pegadaian bisa mengadakan program pemberdayaan kepada para penyandang disabilitas yang mengkombinasikan elemen-elemen tersebut dengan pengembangan UMKM. Dengan demikian, setiap aksi yang dilakukan PT Pegadaian semakin memberikan manfaat besar terhadap kaum difabel di Indonesia.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023