KPU agar tidak mengulangi pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbukti melakukan pelanggaran administratif terkait dengan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen pada Pemilu 2024.

Dalam sidang putusan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu, Bawaslu memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Nomor: 58/WKMA.Y/SB/X/2023 tanggal 23 Oktober 2023

Selain itu, Bawaslu juga memberikan teguran kepada KPU agar tidak mengulangi pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.

Dalam sidang tersebut, Bawaslu menyampaikan 22 poin berdasarkan hasil penilaian dan pendapat majelis pemeriksa. Kesimpulannya, tindakan KPU yang tidak mengikuti Putusan MA Nomor 24P/HUM/2023 dianggap sebagai pelanggaran administratif pemilu sesuai dengan Pasal 460 ayat (1) UU Pemilu.

Salah satu poin penting dalam penilaian tersebut adalah penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR oleh KPU pada tanggal 3 November 2023, yang menunjukkan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen dari total 267 calon dari 17 partai politik.

Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu dan norma Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 sebagaimana Putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023.

Bawaslu juga menilai KPU lambat dalam merespons putusan MA yang terbit sejak 29 Agustus. KPU hanya hanya menyurati partai-partai politik untuk mematuhi putusan itu, tanpa melakukan perbaikan atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023) tentang pencalegan.

Selain itu, Bawaslu menyoroti langkah KPU RI yang mengajukan permintaan fatwa kepada MA, meminta agar putusan MA baru diberlakukan pada Pemilu 2029.

MA merespons melalui Surat Wakil Ketua MA, menyatakan bahwa pelaksanaan hasil uji materi MA dilaksanakan oleh KPU selaku termohon sendiri, dan akan dilaksanakan pada Pemilu 2024 atau pemilu selanjutnya, bukan berada di ranah MA lagi, melainkan wewenang KPU.

Sekadar informasi, sidang tersebut berlangsung setelah adanya laporan dari anggota KPU periode 2012—2017 Hadar Nafis Gumay yang juga merupakan Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT).

Baca juga: Bawaslu RI tegur KPU RI tidak datang sidang pelanggaran administratif
Baca juga: KPU: Laporan koalisi peduli keterwakilan perempuan tidak jelas

Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023