peta wilayah adat MHA itu menjadi langkah penting menuju pengakuan MHA.
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menerima Peta Wilayah Adat Masyarakat Hukum Adat (MHA) dari Aliansi Masyarakat Hukum Adat Nusantara (AMAN) yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan.

"Kementerian Lingkungan Hidup mengapresiasi peran yang dilakukan oleh lembaga penggiat masyarakat hukum adat, seperti AMAN untuk mengidentifikasi dan melakukan pemetaan partisipatif terhadap wilayah kearifan masyarakat hukum adat," kata Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, KLH akan terus mendorong semua pihak, termasuk perguruan tinggi dan pemerintah daerah untuk melakukan verifikasi peta wilayah adat karena hal itu merupakan upaya perlindungan terhadap kekayaan intelektual masyarakat hukum adat.

"Publikasi pengetahuan tradisional menjadi penting karena dianggap public available yang merupakan kekayaan intelektual komunal suatu komunitas hukum adat," ujarnya.

Balthasar menerima Peta Wilayah Adat MHA dari Sekjen AMAN Abdon Nababan, dan dia berharap peta tersebut dapat diverifikasi oleh KLH dan ditindaklanjuti dengan pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat.

MenLH mengatakan peta wilayah adat MHA itu menjadi langkah penting menuju pengakuan MHA.

"Keberadaan MHA itu menjadi penting dengan adanya berbagai permasalahan yang timbul, diantaranya konflik sosial mengenai tanah dan hutan adat serta degradasi kearifan lokal dan peran kelembagaan adat," katanya.

Berdasarkan Undang-Undang No.32 tahun 2009, Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

Balthasar menjelaskan, salah satu kriteria utama keberadaan MHA adalah adanya kearifan lokal atau sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

"Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari," jelasnya.

Ia lebih lanjut menjelaskan masyarakat Indonesia yang majemuk memiliki sekitar 555 etnis, 70.640 komunitas desa, dan 30 juta jiwa yang berpotensi sebagai komunitas MHA. Modal sosial yang dimiliki MHA, kata dia, berupa peran strategis, kearifan lokal, wilayah kearifan, kelembagaan adat.

"Kearifan lokal yang dimiliki akan dapat menyelamatkan ekosistem pesisir dan laut, hutan, ekosistem darat, lahan basah, sungai, dan danau," ujarnya.

Sebelumnya, pada 2012, KLH dan AMAN telah menandatangani piagam kerjasama di bidang inventarisasi keberadaan MHA dan kearifan lokal, penguatan kapasitas MHA, dan tukar menukar informasi tentang MHA.

"Banyak hal yang telah dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari kerjasama tersebut, seperti kegiatan pemberdayaan masyarakat hukum adat di berbagai komunitas hukum adat dan pemetaan partisipatif di sembilan komunitas hukum adat," ungkap Balthasar.

Selanjutnya, kata dia, untuk mendukung upaya inventarisasi keberadaan MHA, Kementerian Lingkungan Hidup telah menyusun Pedoman Tata Cara Pengakuan Keberadaan MHA, Kearifan Lokal, dan Hak MHA yang akan disosialisasikan di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia.

Ia menambahkan bahwa akan ada sosialisasi pedoman tersebut dan pelatihan bagi pemprov dan pemkab untuk inventarisasi, verifikasi, dan penyusunan `database` MHA dan kearifan lokal.

"Database keberadaan MHA dan pengetahuan tradisional ini penting untuk menindaklanjuti berbagai kebijakan, seperti penetapan ekoregion, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,red), pemanfaatan pengetahuan tradisional, dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI)," Kata MenLH.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013