...tidak jadi bersaksi karena dia mengatakan perutnya masih sakit
Jakarta (ANTARA News) - Mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin batal menjadi saksi dalam sidang perkara pengadaan driving simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 di Korlantas dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo.

"Nazaruddin tidak jadi ke Jakarta, tidak jadi bersaksi karena dia mengatakan perutnya masih sakit," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Giri Purbadi dari Bandung, Selasa.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK berencana untuk menghadirkan Nazaruddin sebagai saksi dalam sidang terdakwa mantan Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo pada sidang hari ini.

"Nazar sudah memberikan surat dari dokter ke KPK, petugas KPK yang mau menjemput Nazaruddin juga sudah pulang," tambah Giri.

Dalam sidang 28 Mei 2013, ketua panitia pengadaan simulator Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan mengatakan pernah mengantarkan uang Rp4 miliar dalam empat kardus kepada Nazaruddin, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Herman Heri, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Azis Syamsudin, serta anggota DPR Komisi III dari fraksi Partai Gerindra Desmond Mahesa di pusat perbelanjaan Plaza Senayan.

Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Komisi III membantu menurunkan anggaran Rp600 miliar untuk Korlantas Polri.

Selain itu, perusahaan Nazaruddin diduga pernah mengikuti tender dalam proyek tersebut, ada lima perusahaan yang mengikuti tender proyek senilai Rp197,8 miliar pada 2011 ini.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Bentina Agung, PT Digo Mitra Slogan, PT Dasma Pertiwi, PT Kolam Intan Prima, dan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Dari kelima perusahaan itu, PT Digo Mitra Slogan dan PT Kolam Intan Prima.

Perusahan milik Nazaruddin kalah tender dalam pengadaan pada 2011 karena dimenangkan oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto.

Dalam perkara korupsi pengadaan simulator, Djoko didakwa melangar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP," ungkap Roni.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2013