Jakarta (ANTARA) - Sutradara Angga Dwimas Sasongko bersama rumah produksi Visinema mengungkapkan mereka akan menerapkan eksperimen berupa penggunaan tiga format produksi yaitu digital, film pita seluloid 16 milimeter dan 35 milimeter untuk film layar lebar "Heartbreak Motel”.

Mulai memasuki tahap produksi pada Januari mendatang, film “Heartbreak Motel” yang merupakan adaptasi dari novel laris karya Ika Natassa itu mengedepankan kisah dari tiga dunia berbeda. Sutradara Angga Dwimas Sasongko bersama tim kreatif lantas mengusung ide untuk menggabungkan tiga format film berbeda sebagai bentuk eksekusi ide kreatif mereka.

“Selama satu dekade terakhir, mungkin banyak film diproduksi dalam format digital di sini. Tetapi, sepertinya menarik kalau kami bisa eksplorasi visual dan alur kerja lewat penggabungan format digital dengan film seluloid 16 milimeter dan 35 milimeter. Kami semua bersemangat karena membawa kembali format legendaris seluloid ke sinema Indonesia," kata Angga dalam sesi jumpa media pengumuman proyek “Heartbreak Motel” di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Bawa aktor terbaik, Visinema angkat "Heartbreak Motel" ke layar lebar

Dua tahun lalu film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" juga menggunakan seluloid 16 milimeter. Oleh karena itu Angga sempat berdiskusi dengan Edwin yang tak lain adalah sutradara film tersebut untuk membahas penggunaan film seluloid.

“Dia meyakinkan saya bahwa syuting menggunakan seluloid itu memungkinkan dan bisa dilakukan. Dengan kepercayaan diri, kami putuskan membawa tiga format berbeda ini. Setelah belasan tahun lalu bermain seluloid, tentu saya senang banget bisa kembali lagi ke format ini,” Angga menambahkan.
(kiri ke kanan): Sutradara Angga Dwimas Sasongko, enulis novel Ika Natassa, enulis naskah Alim Sudio, aktor Chicco Jerikho, Laura Basuki, dan Reza Rahadian saat sesi jumpa media di kawasan Cilandak Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2023). (ANTARA/Ahmad Faishal)


Angga lantas menjabarkan perbedaan paling elementer dalam hal proses produksi menggunakan film pita seluloid 16 milimeter dan 35 milimeter. Menurut dia, proses produksi film menggunakan pita seluloid membutuhkan tingkat kedisiplinan dan kompleksitas teknis yang lebih tinggi ketimbang syuting berbekal perangkat digital.

Angga mengatakan bahwa tim produksi mesti lebih meningkatkan rasa saling percaya satu sama lain ketimbang mengerjakan film dengan format digital ketika semua orang bisa melihat monitor yang sama.

"Selain itu, kamera 35 milimeter yang kami pakai itu terakhir dipakai pada tahun 2011, jadi sudah 13 tahun umurnya. Sekarang DOP kami sedang berada di Taipei untuk memproses film yang kemarin kami pakai untuk tes kamera. Jadi, kami akan kerja Pan-Asia karena sudah nggak ada infrastrukturnya di Indonesia. Kami baru bisa lihat hasil film setelah dibawa dan diproses di Taipei,” Angga menerangkan.

Eksperimen kali ini juga akan menjadi hal baru bagi 70 persen tim produksi sehingga "Heartbreak Motel" merupakan proyek baru yang menantang, menyenangkan, sekaligus seru untuk dilakoni.

“Tantangan ini memang saya nantikan sejak dulu. Belum pernah ketemu alasan untuk membuatnya dengan cerita yang tepat. Waktu mulai proses penulisan naskah dengan Alim (Sudio), kami berpikir ini sebagian bisa dan cocok dikerjakan dengan seluloid 16 dan 35. Akhirnya, kami putuskan untuk melakukan eksperimen ini,” kata Angga.

Film layar lebar “Heartbreak Motel” akan menampilkan sejumlah aktor seni peran di antaranya Reza Rahadian (sebagai Reza Malik), Laura Basuki (sebagai Ava Alessandra), dan Chicco Jerikho (sebagai Raga).

Baca juga: Film "Satu Hari dengan Ibu" jajaki penayangan di Malaysia

Baca juga: Film "Nona Manis Sayange" angkat isu budaya dan adat dari Labuan Bajo

Baca juga: Film horor lawas "Guna-Guna Istri Muda" diproduksi ulang

Baca juga: Masyarakat Indonesia suka "series" dengan kearifan lokal


 

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023