Tidak perlu emosional dan cepat-cepat
Surabaya (ANTARA) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akan melakukan dialog bersama dengan konstituen yang ada di Jakarta untuk membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

"Terus terang ini isu yang baru, kami belum bisa mengambil keputusan, apakah setuju atau tidak," kata Sekjen DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, menanggapi pro dan kontra RUU DKJ yang salah satu pasalnya menyebutkan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden.

Menurut dia, para anggota DPRD DKI Fraksi PSI akan menggelar dialog bersama masyarakat atau konstituen untuk membahas hal ini.

"Saya kira karena kami punya delapan kursi di DPRD DKI dan kami juga punya konstituen yang berhak didengar pendapatnya, maka saya nanti akan meminta kawan-kawan DPW PSI untuk mengadakan semacam dialog publik menghitung pro dan kontranya RUU yang diinisiasi oleh DPR tersebut," ujarnya.

Baca juga: Legislator: Tak ada desentralisasi jika Gubernur DKI dipilih Presiden

Dia berharap hasil dialog dengan konstituennya di Jakarta akan disampaikan kepada publik.

"Mudah-mudahan nanti akan bisa kami sampaikan kepada publik dengan segala argumen sebagai kristalisasi dari aspirasi kami di Jakarta," kata Juli.

Dia mengaku sudah membaca draf RUU DKJ, maka perlu adanya dialog intensif soal itu.

"Tidak perlu emosional dan cepat-cepat karena ini adalah perubahan yang fundamental bagi Jakarta dan rakyat Jakarta. Jadi, kita akan adakan dialog rembuk bersama-sama mencari formulasi apa yang terbaik," katanya. 

Baca juga: Legislator tolak usulan Gubernur DKI dipilih presiden dalam RUU DKJ

Sementara itu, sebelumnya, sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta menolak RUU DKJ yang mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur DKI dipilih oleh presiden.

Anggota DPRD DKI Muhammad Taufik Zoelkifli menilai tak ada desentralisasi atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah jika gubernur DKI dipilih presiden.

"Itu sama saja menjadikan Jakarta kembali ke orde baru. Jadi, sudah tak ada semangat desentralisasi," kata Taufik kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/12).

Taufik menuturkan dikhawatirkan jika usulan itu disahkan nantinya negara menjadi diktator kepada rakyatnya.

Baca juga: Ari: Pemerintah akan buka masukan gubernur DKJ ditunjuk presiden

Maka dari itu, dia mendesak agar anggota DPR RI menolak ataupun mengubah adanya usulan itu agar fungsinya kembali seperti semula demi tetap tegaknya demokrasi.

Terlebih, dia juga menyoroti adanya kemungkinan orde baru jika mengesampingkan asas desentralisasi yang membebaskan daerah untuk mengurus kewajiban sesuai tugas, pokok dan fungsinya (tupoksi).

"Desentralisasi itu maksudnya daerah lebih mengurus urusannya sendiri supaya pusat bisa konsentrasi dengan masalah yang lebih strategis," jelasnya.

Dia menegaskan DKI Jakarta tentu berbeda dengan provinsi lainnya yang berstatus kesultanan, sehingga harus tetap ada hak demokrasi rakyat dalam memilih pemimpinnya.

Baca juga: Heru optimistis RUU Daerah Khusus Jakarta tak ubah yang sudah baik

Sementara, anggota DPRD DKI Wibi Andrino menolak usulan yang mengatur jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI dipilih oleh presiden dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

"Kami tegas menolak RUU DKJ ini, karena ini merenggut hak rakyat untuk memilih pada pilkada langsung Jakarta," kata Wibi.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023