Jakarta (ANTARA) - Status “unicorn” bagi label perusahaan adalah salah satu langkah setapak yang dapat melambungkan pijakan nilai valuasi membumbung secara global. Dengan nilai valuasi 1 miliar dolar AS tentu saja membuat perusahaan yang mendapat suntikan dana tersebut bertengger sebagai salah satu perusahaan besar global, dan akan lebih mudah untuk berkembang ke depannya.

Bukan hal baru jika perusahaan rintisan Indonesia sudah mendapat status unicorn tersebut, bahkan lebih dari satu. Meskipun mayoritas perusahaan berstatus unicorn masih ber-ekosistem tentang teknologi serta inovasi aplikasi.

Unicorn, berarti mendapatkan kepercayaan investor untuk memanfaatkan dana besar dari sebuah aliran dana usaha. Selama ini hanya investor luar negeri yang bisa memberikan dana besar tersebut kepada sebuah perusahaan rintisan, sebab tidak cukup tangguh keuangan lokal untuk menyokong status unicorn lokal.

Namun, ketangguhan suntikan dari gabungan investor asing tersebut, kini mampu diwujudkan sepenuhnya dari himpunan dana lokal. Status unicorn kini mampu disuntikkan dengan Merah Putih Fund (MPF) kepada perusahaan lokal.

Chief Project Management Officer (PMO) Merah Putih Fund, Eddi Danusaputro, mengatakan bahwa untuk melahirkan perusahaan besar dengan sepenuhnya sokongan dari lokal, adalah salah satu misi utama MPF. Dukungan bank BUMN, seperti BRI, mampu membidikkan rintisan lokal dengan jejaring yang dimilikinya.

“Kami menargetkan bukan rintisan perusahaan awal, namun memang yang sudah berjalan atau existing. Hal tersebut untuk memaksimalkan portofolio perusahaan yang bagus,” kata Eddi.

Perbankan BUMN, sebut saja BRI salah satunya, memiliki kekuatan dalam menghimpun UMKM yang sudah matang. Melalui inkubasi tersebut dapat disaring beberapa porotofolio yang berpotensi mendapatkan pendanaan dari MPF.

Rencana investor plat merah tersebut segera menggelontorkan investasi sebesar 300 juta dolar AS ke sejumlah startup lokal Indonesia. Latar belakang berinvestasi ke startup lokal agar dapat berkontribusi lebih besar ke perkembangan ekonomi digital Nasional. Selain pendanaan, MPF juga akan memberikan mentoring kepada startup agar dapat memperluas pasar hingga ke ekosistem BUMN.

Tentu saja standar pemilihan startup bukan sembarangan. Hal yang akan menjadi pertimbangan MPF dalam memilih startup yang diinvestasikan, seperti pemiliknya  asli Indonesia dengan fokus pasarnya juga Indonesia. Ini pun seturut dengan tujuan awal MPF adalah dari Indonesia untuk Indonesia.

Kemudian,  perusahaan rintisan yang disasar juga harus memiliki rencana melakukan Initial Public Offering (IPO) di Indonesia. Kendati demikian, juga tidak menutup kemungkinan jika perusahaan tersebut ada rencana untuk IPO di negara lain.

Selain memberikan pendanaan, MPF juga memberikan pendampingan dan konsultasi kepada startup yang mendapatkan pendanaan. Pendampingan dan konsultasi ini meliputi berbagai aspek, seperti strategi bisnis, pengembangan produk, dan manajemen keuangan.

“Kami tidak spesifik hanya menjurus ke satu sektor saja. Pendanaan ini terbuka mulai dari sektor fintech, logistik, dan lain sebagainya,” jelas Eddi seraya menambahkan bahwa Lembaga modal ventura gabungan di bawah BUMN mengincar sekitar 20 atau 30 startup, namun tidak disebutkan secara spesifik nama startup yang masuk daftar.

Pembagian fungsi serta penyertaan modal antarbank BUMN disamaratakan. BRI Ventures merupakan salah satu penggerak utama MPF. Permodalan ini memiliki peran penting dalam proses seleksi startup yang akan mendapatkan pendanaan dari MPF. BRI Ventures juga akan memberikan pendampingan dan konsultasi kepada startup yang mendapatkan pendanaan.

Salah satu portofolio investasi besar dari BRI Ventures termasuk startup unicorn seperti Gojek dan Tokopedia.


Tingkat mahasiswa

Dalam memaksimalkan jaringan inkubator, perbankan di bawah BUMN rajin bekerja sama dalam pembentukan usaha rintisan mulai dari tingkat mahasiswa. Seperti contoh, Universitas Indonesia (UI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) melaksanakan pembangunan UI—BRI Work Startup Center di Gedung Annex Balairung Kampus UI Depok, Jawa Barat, untuk memfasilitasi munculnya usaha rintisan dan pengembangan layanan perbankan terkini.

Wakil Rektor UI Bidang SDM dan Aset Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA di Kampus UI Depok mengatakan UI terus berkomitmen menciptakan banyak usaha rintisan. Atas dasar keinginan tersebut, selain membuat berbagai program yang dapat mendorong lahirnya para startup, UI juga perlu menyediakan ekosistemnya, seperti UI—BRI Work Startup Center.

Fasilitas itu dibangun dengan konsep perpaduan layanan perbankan dan co-working space yang menyatu dengan ekosistem universitas. Division Head, Distribution Network BRI Ivan Amirudin mengatakan pelayanan dan produk keuangan yang akan hadir dalam bangunan ini nantinya juga dilayani dengan menggunakan teknologi perbankan terkini. Dengan menggunakan teknologi tersebut bertujuan agar mahasiswa terbiasa berinteraksi dengan perbankan.

Usaha rintisan membutuhkan berbagai jaringan serta bimbingan untuk dapat sampai titik tertingginya, selain suntikan modal. Namun, Pemerintah melihat hal tersebut adalah potensi untuk mendapatkan manfaat maksimal yang seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh negara serta roda ekonomi nasional.

Saat ini pemerintah bersama BUMN melalui perbankan plat merah, tengah membidik para rintisan potensi untuk diberikan kesempatan pendanaan melalui ekosistem BUMN yang diharapkan nilai valuasinya dapat menembus status Unicorn. Dengan adanya pertumbuhan unicorn lokal, maka kesempatan kerja serta potensi laba lebih besar akan banyak menguntungkan masyarakat dalam negeri melalui berbagai tingkatan usaha yang dijalani.

Memang, hal tersebut bukan hal yang instan. Namun, kini dana dari lokal tengah disiapkan untuk mematangkan rintisan yang siap untuk dikemas menjadi raja global di bidangnya masing-masing.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023