Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Atnike Nova Sigiro mengatakan bahwa pembela HAM saat ini masih sering berada pada situasi yang memprihatinkan dalam menjalankan pekerjaannya.

"Hingga hari ini, seperti yang telah kita lihat dan kita alami dalam aktivitas sehari-hari, pembela HAM masih sering berada pada situasi yang memprihatinkan," kata Atnike dalam pidato kuncinya pada Konferensi Nasional Pembela HAM di Bogor, Jawa Barat, sebagaimana dipantau secara daring dari Jakarta, Kamis.

Pembela HAM, papar Atnike, kerap mendapatkan ancaman maupun serangan atas kegiatan mereka dalam memajukan dan menegakkan HAM.

Menurutnya, ancaman dan serangan itu bertujuan menghentikan upaya-upaya yang dilakukan oleh pembela HAM.

"Ancaman dan serangan terhadap pembela HAM terjadi dalam berbagai bentuk, seperti penghalangan atau pembatasan terhadap kegiatan pembelaan dan pemajuan HAM, serangan fisik, psikis, verbal, seksual baik secara langsung maupun melalui sarana digital, fitnah, diskriminasi, penyalahgunaan proses hukum, dan berbagai bentuk lainnya," papar dia.

Baca juga: Komnas HAM: Hari HAM Sedunia jadi momentum refleksi 

Selain itu, pembela HAM juga sering mengalami intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti perundungan, penyebaran informasi pribadi di media sosial. Tindakan itu untuk merusak reputasi dan memberikan stigma buruk terhadap pembela HAM.

Atnike pun menyoroti data yang disampaikan Pelapor Khusus PBB tentang Situasi Pembela HAM periode 2020–2023 Mary Lawlor bahwa selama periode 2015–2019, pembunuhan terhadap Pembela HAM paling tidak terjadi di 64 negara, termasuk Indonesia.

Sepanjang 2020–2023, Komnas HAM menerima sebanyak 39 aduan mengenai dugaan pelanggaran HAM para pembela HAM dari berbagai wilayah di Indonesia.

Aduan itu meliputi ancaman dan serangan berkaitan hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan, hak hidup, serta hak berpendapat dan berekspresi.

"Jumlah aduan yang diterima Komnas HAM tidak merefleksikan realitas utuh dari situasi pembela HAM di Indonesia. Itu hanyalah puncak gunung es karena kita tahu tidak semua pembela HAM menyadari aktivitas yang dilakukannya merupakan aktivitas seorang pembela HAM," kata Atnike.

Baca juga: Pemerintah diminta terbitkan regulasi lindungi perempuan pembela HAM

Di sisi lain, dia juga mengatakan bahwa perempuan pembela HAM juga mengalami kekerasan yang berbeda. Perempuan pembela HAM sering mendapat kekerasan seksual dan serangan terhadap reputasi keperempuannya.

Demikian pula halnya pembela HAM yang berasal dari kelompok rentan dan minoritas, seperti penyandang disabilitas, masyarakat adat, minoritas suku, agama dan kepercayaan, minoritas orientasi seksual dan identitas gender, orang lanjut usia, anak- anak, pekerja migran, dan pengungsi.

Oleh sebab itu, Atnike menegaskan bahwa komitmen pemerintah Indonesia untuk mengadopsi peraturan perundang-undangan dan menerapkan kebijakan komprehensif bagi perlindungan pembela HAM perlu dikawal.

Atnike mengajak lembaga HAM lainnya, seperti Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Disabilitas (KND), akademisi, dan gerakan masyarakat sipil, termasuk negara untuk melindungi pembela HAM.

"Komnas HAM tak dapat berjalan sendiri. Pemajuan dan perlindungan terhadap pembela HAM membutuhkan gerak bersama," katanya.

Baca juga: Perempuan pembela HAM rentan alami kekerasan daripada pria pembela HAM
Baca juga: Komnas HAM dorong penegakan hukum perlindungan perempuan pembela HAM

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023