Jakarta (ANTARA) - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Cape Town, Afrika Selatan, mengadakan kegiatan untuk meningkatkan pemahaman anak buah kapal (ABK) tentang kontrak kerja dan kemampuan mereka beradaptasi di tempat kerja.

Konsul Jenderal Tudiono dalam sambutannya menyampaikan bahwa Rumah Singgah ABK (Indonesian Seafarer Corner) didirikan sebagai bentuk pelindungan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi ABK di Afsel, menurut keterangan pers KJRI pada Minggu malam.

Rumah Singgah ABK merupakan tempat berkumpul para pelaut Indonesia dan media bagi KJRI Cape Town untuk memberikan pemahaman dan peningkatan kemampuan mereka agar menjadi ABK yang berhasil.

Pada kegiatan yang digelar pada Minggu itu dan dihadiri sekitar 150 orang, para ABK menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi selama bekerja, seperti soal gaji, asuransi, jam kerja, dan waktu libur yang dikurangi.

Setiap tahun, sekitar 2.000-3.000 ABK WNI yang bekerja di kapal penangkap ikan keluar-masuk pelabuhan Cape Town setelah berbulan-bulan berlayar. Mereka sering menghadapi banyak masalah, menurut keterangan pers KJRI.

Tudiono menekankan pentingnya para ABK saling berkomunikasi, terutama dengan KJRI Cape Town. KJRI telah membuat grup perbincangan di WhatsApp untuk menampung permasalahan dan aspirasi para ABK sehingga dapat ditindaklanjuti oleh KJRI.

Pada kesempatan yang sama, Konsul Protokol dan Konsuler KJRI Cape Town Faiez Maulana menjelaskan kepada ABK tentang mekanisme penanganan kasus dan keluhan para ABK.

Menurut dia, mekanisme pelaporan harus dilengkapi dengan bukti. Dia juga menjelaskan bagaimana memperoleh bukti itu, serta pendekatan dan proses penyelesaian ke pemangku kepentingan.

Pelaporan para ABK difasilitasi lewat situs Peduli WNI di peduliwni.kemlu.go.id, hotline KJRI di nomor +27 720 711 6760 dan grup WhatsApp Pelaut RI.

Menurut KJRI KJRI Cape Town, kegiatan seperti itu rutin digelar sebagai bagian dari upaya menangani masalah WNI yang terdiri dari tiga komponen: pencegahan kasus, penanganan kasus dan sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait.

Belum memadainya hukum dan aturan internasional untuk melindungi ABK dan mewajibkan pemilik kapal untuk menerapkan tata kelola yang baik masih menjadi tantangan saat ini, kata KJRI.

Disebutkan pula bahwa otoritas setempat, seperti imigrasi dan kepolisian, sebenarnya bisa menindak perusahaan yang melakukan pelanggaran berat.

KJRI Cape Town mengatakan mereka berkomitmen untuk terus menjalin hubungan baik dengan otoritas setempat guna meningkatkan perlindungan bagi para ABK.

Baca juga: KJRI Cape Town fasilitasi kerja sama Sister City Denpasar-Mossel Bay
Baca juga: Konjen: Darah kepahlawanan Indonesia menyebar ke Cape Town sejak lama

Pewarta: Katriana
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023