Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang selama ini terjadi di tengah masyarakat, ternyata yang menjadi pemicu utamanya adalah masalah komunikasi di dalam rumah tangga itu sendiri.

Dampak dari buruknya komunikasi antara suami dengan istri, biasanya anak menjadi korban karena anak dianggap merupakan makhluk paling lemah dan selalu menjadi senjata untuk menyerang atau melemahkan pihak tertentu dalam rumah tangga.

Hal ini terbukti dari data yang dikeluarkan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Sukabumi, Jawa Barat,  sejak 1 Januari sampai dengan Oktober 2023 sudah menangani puluhan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dari total 34 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani, sebanyak 22 kasus di antaranya berkaitan dengan kekerasan terhadap anak seperti korban KDRT perundungan, penganiayaan hingga pelecehan seksual. Biasanya pada kasus seperti ini pelaku merupakan orang yang dikenal korban baik orang tua, rekan, tetangga dan lainnya.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim psikolog DP2KBP3A Kota Sukabumi pemicu terjadinya KDRT karena kualitas komunikasi antar keluarga yang kurang baik.

Padahal, komunikasi menjadi kunci dari keharmonisan dalam berumah tangga. Dengan komunikasi yang baik maka jika terjadi permasalahan bisa dengan cepat diselesaikan.

Sama halnya dua kasus kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anaknya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu yang sempat menyedot perhatian dan viral di media sosial.  Pemicunya ternyata adalah komunikasi antara suami dengan istri yang tengah menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) kurang baik.

Dua kasus kekerasan terhadap anak yang pelakunya sudah ditangkap oleh Satreskrim Polres Sukabumi, serta tengah menunggu sidang, motif pelaku menyiksa buah hatinya itu karena emosi terhadap sang istri.  Tersangka yang merupakan ayah kandung dari korban serta suami dari ibu yang melahirkan korban, merasa cemburu terhadap istrinya yang diduga selingkuh.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sukabumi mengungkap kasus KDRT yang terjadi di Desa Cipamingkis, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi, pada akhir Agustus 2023. Polisi menangkap seorang pria berinisial E (34) diduga telah melakukan penganiayaan terhadap dua anak kandungnya, satu diantaranya masih balita.

Satu kasus lainnya yakni penganiayaan yang dilakukan oleh pria berinisial W warga Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, terhadap anak kandungnya sendiri yang masih balita, pada pertengahan November 2023.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak penyidik Satreskrim Polres Sukabumi terungkap dua kasus ini ada persamaan yakni suami yang kesal dan cemburu terhadap istrinya karena komunikasi yang buruk.

Kasus ini bisa jadi hanya sebagian kecil contoh kasus KDRT di masyarakat, di mana korbannya adalah anak yang dianggap makhluk paling lemah dalam lingkaran hubungan rumah tangga.


Mengambil pelajaran

Kasus KDRT yang terjadi di Sukabumi ini selalu menjadi perhatian Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kabupaten Sukabumi, Imam Noeril, di mana dari hasil penelusuran yang dilakukan tim lembaga ini, pangkal terjadinya kasus KDRT berawal dari komunikasi yang buruk di dalam rumah tangga. 

Dari contoh kasus KDRT yang terjadi di Kabupaten Sukabumi ini, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik. Melihat kasus ini tidak hanya dari satu sisi,  tetapi harus dari berbagai aspek , serta tidak saling menyalahkan, bisa saling introspeksi.  

Dengan menjaga kualitas komunikasi yang baik segala permasalahan di dalam rumah tangga diharapkan bisa terselesaikan tanpa harus adanya kekerasan baik verbal maupun fisik.

Menjaga hubungan dalam rumah tangga jangan sampai monoton yang bisa menimbulkan kebosanan. Jika rasa bosan timbul maka akan dapat merusak hubungan.

Maka dari itu, untuk mencegah kebosanan, seluruh komponen dalam rumah tanggah harus menyediakan waktu berkualitas, seperti dengan berwisata atau healing bersama untuk menghilangkan kepenatan.

Dalam memanfaatkan waktu berkualitas ini tentunya tidak selalu harus bersama-sama, apalagi mereka yang menjalani hubungan jarak jauh. Contohnya, dengan menjaga komunikasi yang baik dengan meluangkan waktu untuk berkomunikasi. Apalagi saat ini alat komunikasi sudah canggih, sehingga bisa dengan mudah berkomunikasi seperti videp call dan lainnya.

Hal tersebut sangat dianjurkan oleh pakar komunikasi, psikolog, maupun lembaga terkait yang khusus mengupayakan pencegahan terjadinya KDRT di masyarakat.

Pencegahan terjadinya kasus KDRT terus dikakukan baik oleh aparatur pemerintah daerah maupun aparat keamanan, khususnya Polri. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi dengan cara datang ke kantong-kantong masyarakat memberikan edukasi kepada warga terkait perlindungan perempuan dan anak.

Dinas ini juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Perkawinan Anak DP3A. Satgas ini berperan memberikan edukasi serta mencegah perkawinan anak di bawah umur, dengan memberikan masukkan kepada orang tua maupun anak yang hendak nikah tentang dampak kurang baik perkawinan anak di bawah umur.

Sementara itu, Unit PPA Satrekrim Polres Sukabumi tidak hanya fokus kepada pengungkapan kasus KDRT, tetapi juga melakukan upaya preventif dengan memberikan sosialisasi langsung kepada pelajar maupun kelompok rawan menjadi pelaku atau korban KDRT.

Upaya pencegahan terjadinya kasus KDRT tentu harus dibarengi dengan menanamkan nilai-nilai agama kepada  diri masing-masing anggota keluarga. 

 Selain itu, berkumpul bersama keluarga dengan memanfaatkan waktu berkualitas, mulai dari hanya sebatas mengobrol, makan bersama, berwisata dan melakukan berbagai kegiatan untuk membuang kepenatan, juga menjadi sarana yang baik guna menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023