Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut proses hukum terhadap dua anak yang menjadi pelaku kasus perundungan anak di sekolah dasar swasta di Kota Sukabumi, Jawa Barat, harus mempedomani UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).  

"Untuk proses hukum Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) wajib mempedomani sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang mengutamakan pendekatan restorative justice," kata Deputi Bidang Pelindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Dalam kasus bullying atau perundungan yang dialami seorang murid SD di Kota Sukabumi, Jawa Barat, ada dua anak terlapor sebagai pelaku yang merupakan teman sekolah dari korban.  

Anak sebagai pelaku atau Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) diduga telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dan psikis terhadap anak di sekolah yang melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp72 juta.

Nahar menegaskan KemenPPPA akan mengawal kasus ini hingga tuntas, terlebih korban dan pelaku sama-sama masih berusia anak.

"Semua anak adalah anak kita yang wajib kita jaga dan lindungi bersama," ujar Nahar.

Kejadian perundungan menimpa korban anak pada Februari 2023.

Akibat peristiwa tersebut, tulang lengan atas korban patah dan posisinya bergeser.

Selain itu, kondisi ini terjadi di dalam kulit sehingga mengoyak daging lengan atas hingga korban harus menjalani operasi.

Baca juga: KemenPPPA: Aspek pencegahan perundungan harus diutamakan

Baca juga: Orang tua hingga guru diminta peka dan cegah perundungan di sekolah

Baca juga: Kementerian PPPA sosialisasi cegah perundungan di sekolah

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023