Saat ini kami sedang berusaha keras untuk menurunkan stunting guna menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas di masa depan, karena stunting ini berdampak tidak hanya pada aspek pertumbuhannya saja, tetapi juga aspek kecerdasan
Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso menyatakan pencegahan stunting termasuk salah satu upaya untuk meningkatkan rata-rata IQ masyarakat Indonesia.

"Saat ini kami sedang berusaha keras untuk menurunkan stunting guna menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas di masa depan, karena stunting ini berdampak tidak hanya pada aspek pertumbuhannya saja, tetapi juga aspek kecerdasan," kata Teguh dalam seminar web BKKBN yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data World Population Review tahun 2022, kata dia, menunjukkan nilai rata-rata IQ orang Indonesia sekitar 78,49. Nilai tersebut membuat Indonesia berada pada posisi 130 dari 199 negara yang diuji.

"Menurut skala kecerdasan, skor IQ rata-rata manusia berada di antara 90-109, di atas angka tersebut dianggap skor IQ-nya tinggi. Sedangkan skor di bawah 70 berarti ada kendala perkembangan atau ketidakmampuan belajar," ujar Teguh.

Baca juga: Rata-rata skor IQ anak Indonesia hanya mencapai 78,49

Maka, lanjutnya, apabila melihat rata-rata IQ masyarakat Indonesia sebesar 78,45, artinya memang angka tersebut jauh di bawah IQ normal, dan ini menjadi tantangan bagi Indonesia pada masa depan.

"Hal ini menunjukkan IQ orang Indonesia tergolong rendah di level dunia, padahal IQ merupakan taraf kecerdasan yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran hingga menyelesaikan masalah," ucapnya.

Untuk itu, kata dia, melalui Program Percepatan Penurunan Stunting yang dilakukan dengan melibatkan multipihak, menjadi bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mempersiapkan SDM yang unggul dan berdaya saing.

"Upaya intervensi yang dilakukan baik spesifik dan sensitif, perbaikan kualitas gizi, dan faktor-faktor lingkungan lainnya sangat berpengaruh," tutur Teguh.

Baca juga: Soroti angka stunting, DPR sebut IQ penduduk RI terendah ke-2 di ASEAN

Teguh juga memaparkan kurangnya gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan dapat membuat balita-balita di Indonesia terancam mengalami gagal tumbuh, gagal berkembang, dan gagal sehat.

"Saat ini prevalensi stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) ada 21,6 persen balita di Indonesia yang terancam gagal tumbuh, gagal berkembang, dan gagal sehat," kata dia.

Untuk itu ia menekankan pentingnya literasi gizi bagi keluarga pada 1.000 hari pertama kehidupan tersebut, mengingat pada usia itu (0-2 tahun) pertumbuhan sel otak secara teori terbentuk sebesar 80 persen.

"Kalau kita gagal memenuhi kebutuhan balita sejak masa konsepsi (pembuahan) hingga dua tahun tersebut, maka potensi gagal tumbuh, gagal berkembang, dan gagal sehat bisa menyebabkan gagal tumbuh pada balita," ucap Teguh.

Baca juga: Kepala BKKBN: Kunci sukses penurunan stunting ada di kepala desa

 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023