Jakarta (ANTARA) -
Indonesian Diaspora Network (IDN) Global mengajak masyarakat untuk mendukung para ibu tunggal, khususnya ibu tunggal migran agar terus berkarya dan tetap berdaya untuk keluarga dan bangsa.
 
"Hal yang menarik adalah bagaimana para ibu ini tidak menganggap dirinya lemah sebagai ibu tunggal, mereka dapat melihat ini sebagai titik balik untuk bertumbuh bagi dirinya sendiri dan untuk keluarga mereka di Indonesia," ujar Vice President Migrant Workers IDN Global, Nathalia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
 
Hal tersebut disampaikan Nathalia pada dialog inspiratif dengan tema "Perempuan Berdaya dan Berkarya-Ibu Tunggal tidak Berarti Lemah" pada Jumat (22/12) secara daring.

Baca juga: Sheryl Sandberg puji kegigihan ibu tunggal

Kegiatan yang dihadiri oleh para ibu tunggal Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih jauh peran perempuan Indonesia, utamanya para ibu tunggal migran yang bekerja di luar negeri dengan mendengarkan pengalaman dan tantangan yang dihadapi.
 
Sementara itu, Presiden IDN Global Sulistyawan Wibisono mengatakan peran para ibu saat ini sudah berbeda, karena lebih memiliki kebebasan serta kesempatan untuk memilih karier dan berbagi peran dengan laki-laki.
 
IDN Global juga menekankan pentingnya edukasi tentang hukum dan literasi finansial kepada para ibu tunggal migran tersebut.

Dialog tersebut menghadirkan empat narasumber yang merupakan ibu tunggal migran Indonesia dari Taiwan dan Hong Kong, yakni Yuyun (PMI Taiwan), Galuh (PMI Hong Kong), Neng Nurma (PMI Hong Kong) dan Neni (PMI Hong Kong).
 
"Menjadi Ibu tunggal tentu bukan harapan bagi setiap perempuan, awal saya bekerja ke Taiwan, karena keadaan ekonomi keluarga yang terpuruk. Pada tahun pertama, saya bekerja dan di saat yang bersamaan saya terpaksa memilih menjadi ibu tunggal, hal ini sangat berat, saya harus kuat untuk anak-anak dan diri saya sendiri," ujar Yuyun yang sudah bekerja selama 12 tahun di Taiwan.
 
Ia berpesan kepada para ibu tunggal migran Indonesia untuk jangan menyerah, jangan berputus asa dan fokus pada tujuan bekerja.
 
Sementara PMI yang bekerja di Hong Kong Galuh mengisahkan kehidupan rumah tangga yang baru dirasakan selama dua tahun, tetapi harus ditinggal wafat oleh sang suami.
 
"Saya selalu berpikir, impian anak dan harapan orang tua adalah tujuan saya, ketika impian mereka semua terwujud, berarti diri saya sudah bahagia. Hal ini akan menjadi kepuasan tersendiri bagi diri saya. Saya ingin anak saya sukses, membanggakan saya dan bermanfaat untuk orang lain," tutur Galuh.
 
Sedangkan Neni yang juga berasal dari Hong Kong menyebutkan bahwa stigma negatif masyarakat Indonesia tentang ibu tunggal.
 
"Tantangan kami, misalnya saat kami bercerai dan menjadi ibu tunggal, yaitu pandangan negatif masyarakat yang mencibir, karena saat menjanda, kami meninggalkan anak untuk pergi bekerja sebagai migran ke luar negeri, hal yang paling menyayat adalah tidak bisa mendidik anak secara langsung dan memikul peran ganda sebagai sosok ayah untuk mencari nafkah," kata Neng Nurma.

Baca juga: Indonesia loloskan resolusi PBB lindungi pekerja migran perempuan

Baca juga: Pemerintah perlu maksimalkan perlindungan perempuan pekerja migran


Selain itu, menurutnya, anggapan negatif masyarakat tentang ibu tunggal migran selama ini salah, karena para ibu tunggal migran ini tidak hanya bekerja, tetapi juga mengisi waktu secara produktif dengan menulis, berorganisasi, berkomunitas, bahkan melanjutkan pendidikan.
 
Seperti Neni misalnya, yang mengisahkan bahwa dirinya adalah salah satu mahasiswa semester delapan di Universitas Terbuka program studi Ilmu Komunikasi.
 
"Semoga nanti saat pulang ke Indonesia, bisa tidak jauh lagi dari anak, bisa bekerja di Indonesia dan jauh lebih baik lagi untuk masa depan anak-anak," ucap Neni.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023