Jakarta (ANTARA) -
Rektor non-aktif Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq siap menunjukkan sejumlah bukti untuk menolak tudingan plagiasi yang menimpa dirinya dan berpotensi mencoreng reputasi akademiknya.
 
"Saya siap membuktikan dan membuka seluruh bagian penelitian yang disangka plagiat," katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis.
 
Imam dilantik menjadi rektor UIN Walisongo Semarang pada 23 Juli 2019 dengan masa jabatan lima tahun hingga 23 Juli 2023. Namun menjelang pemilihan rektor untuk periode berikutnya, ia dilaporkan atas tuduhan plagiasi. Atas laporan itu, ia mengaku mendapat beban moral sebagai akademisi yang menjunjung tinggi etik.
 
Plagiasi yang dilaporkan menyangkut karya ilmiah berjudul "Konsep Hilal dalam Perspektif Tafsir Al-Qur'an dan Astronomi Modern (Integrasi dalam Konteks Keindonesiaan)". Karya itu dinilai mirip dengan tesis karya Muh Arif Royyani berjudul "Memadukan Konsep Hilal dalam Tafsir al-Qur’an dan Astronomi Modern" (Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011).
 
Kemiripan itu pertama kali dilaporkan salah satu guru besar UIN Walisongo Prof Mujiyono ke senat universitas, yang kemudian ditindaklanjuti Rapat Senat UIN Walisongo pada 13 September 2023, yang memutuskan adanya plagiasi.

Baca juga: Rektor UIN Walisongo raih penghargaan cendekiawan pendukung zakat

Keputusan tersebut digelar atas inisiasi Forum Guru Besar UIN Walisongo dan dilakukan tanpa memanggil dan meminta keterangan Imam Taufiq.
 
"Tesis yang dimaksud bahkan tidak saya ketahui ketika proposal awal disampaikan hingga penelitian. Akan tetapi menjelang kontestasi pemilihan rektor, ada yang melaporkan tentang kemiripan tersebut," ucapnya.
 
Apabila dilihat secara materil, kata dia, judul yang dibuat memang cukup identik yaitu membandingkan antara astronomi modern dengan ilmu tafsir, tetapi dengan metode yang berbeda.
 
Pada karya Imam Taufiq, selain ada teori-teori, juga dilakukan penelitian lapangan. Sedangkan tesis Arif Royyani hanya konseptual saja. Kitab rujukan Imam Taufiq adalah tujuh kitab tafsir yang sama sekali berbeda dengan empat kitab tafsir yang dipakai Arif Royyani.
 
"Alhasil, substansi penelitian jauh berbeda karena tafsirnya tak ada yang sama," ucapnya.

Baca juga: Jangan ada aksi plagiat di kampus, pesan Rocky Gerung di UNG
 
Adanya perbedaan substansi ini dibuktikan oleh hasil kerja Tim Verifikasi UIN Walisongo yang dibentuk oleh UIN sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2010.
 
Ketua Tim Verifikasi Prof Moh Erfan Soebahar mengatakan pihaknya telah melakukan verifikasi secara kronologis dan substantif. Hasilnya, kedua penelitian memiliki objek formal yang berbeda.
 
"Tesis Muh Arif Royyani murni bersifat normatif, sementara penelitian Imam Taufiq bersifat normatif dan empiris," katanya.
 
Secara spesifik, ketidaksamaan tersebut meliputi kontekstualisasi pemahaman hilal dalam kitab tafsir, metode penelitian, sumber-sumber rujukan, kriteria hilal yang dipakai, data-data hilal, penelitian lapangan, dan hasil akhir penelitian.
 
Ketika kedua penelitian ini setelah dianalisis dengan sistem kecerdasan artifisial, kemiripannya 14-16 persen. Sedangkan dengan aplikasi Plagiarism Checker X, kemiripannya 16-17 persen. Kemiripan terjadi pada terjemahan ayat Al-Quran, istilah-istilah yang digunakan, rujukan kitab, dan penjelasan teoretis.
 
"Kemiripan sejumlah itu sangat wajar, apalagi terkait terjemahan dan teori-teori. Tidak ada plagiasi," tuturnya.

Baca juga: Mahasiswa se-Indonesia deklarasi antiplagiasi di UMI

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023