Dengan pemahaman dan penghormatan yang semakin tinggi terhadap perbedaan, masyarakat dapat menjadi lebih inklusif dan harmonis,
Jakarta (ANTARA) - Inklusif dalam bahasa Inggris disebut sebagai inclusion, yang berarti tindakan untuk mengajak atau mengikutsertakan.

Dengan demikian, memiliki sifat terbuka terhadap adanya keragaman budaya, mempunyai rasa toleransi tinggi, dan bisa menerima sekaligus berinteraksi dengan budaya yang lain merupakan ciri yang menggambarkan istilah sikap inklusif.

Inklusif pada dasarnya adalah memosisikan diri dalam kondisi yang sama dengan orang atau kelompok lain yang ada di sekitarnya. Hal tersebut akan membuat seseorang berusaha memahami perspektif orang atau kelompok lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang ada.

Erat kaitannya dengan masyarakat, inklusif memiliki ide untuk hidup berdampingan bersama-sama tanpa sekat demi kepentingan bersama. Apalagi, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain.

Maka dari itu, masyarakat inklusif merupakan kondisi masyarakat saat bisa menerima segala keberagaman dan perbedaan serta mengakomodasikannya ke dalam berbagai tatanan maupun infrastruktur kehidupan bermasyarakat.

Dalam masyarakat inklusif, ada beberapa perbedaan seperti suku, agama, ras, dan budaya. Kemampuan dalam menerima dan menghargai perbedaan menjadikan terbentuknya masyarakat inklusif sehingga menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi dengan menghargai perbedaan yang ada dan tetap bersatu.

Sikap inklusif dalam kehidupan bermasyarakat memiliki beberapa manfaat, antara lain, menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri seseorang, menghargai pesan budaya sesuai dengan tradisi yang selama ini dianut, menghargai perbedaan yang ada sebagai sesuatu yang wajar, serta lebih mengembangkan kecakapan berkomunikasi secara produktif yang berguna mempersiapkan kehidupan yang lebih baik.

Kemudian, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, memiliki hak dan kewajiban yang sama, kehidupan masyarakat yang terbuka dan cerdas, hingga adanya para calon pemimpin di masa depan yang bisa disiapkan untuk bisa berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam masyarakat.

Manfaat lainnya dari sikap inklusif dalam bermasyarakat yakni tidak ada lagi perbedaan yang membedakan dalam lingkungan masyarakat serta tatanan masyarakat menjadi lebih dekat antarsesama.

Untuk itu, sikap inklusif harus tertanam pada diri seseorang sejak dini, sejak masih kecil agar kita dapat memahami bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Pdt. Ronny Mandang mengatakan dalam konsep masyarakat inklusif, karakteristik masyarakat Indonesia yang multikultural dilandaskan dengan budaya gotong royong.

Selain itu, masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya Timur, dengan kecenderungan menempatkan  tata krama dan sopan santun sebagai bagian dari kehidupan sosial.

"Hanya saja belakangan kita memang mengalami sedikit degradasi dalam multikultural ini dengan adanya terobosan Revolusi Industri 5.0, di mana sudah muncul dunia digitalisasi, robotik, metaverse, virtual, dan lain-lain," kata Ronny.

Kondisi tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia, namun berbagai negara lain. Belum lagi, Indonesia baru-baru ini diklaim sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial terlama dalam satu hari.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi pada akhir Juli 2023 memang sempat menyebutkan, Indonesia berada di urutan kedua dengan pengguna media sosial terlama di dunia, yakni rata-rata 190 menit per hari.

Salah satu efek negatif dari lamanya penggunaan media sosial tersebut yakni menggerus masyarakat inklusif atau sifat multikultural dari bangsa Indonesia.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat memang sangat membantu manusia. Namun jika disalahgunakan, perkembangan teknologi, terutama dari segi media sosial, bisa menimbulkan provokasi.

Bahkan, untuk beberapa kasus sentimen bagi suku maupun kelompok tertentu akan sulit diredam. Kondisi tersebut menjadi tantangan baru bagi konsep kenegaraan Indonesia yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika.

Maka dari itu, Ronny berharap empat konsensus kebangsaan yang terdiri atas Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus diimplementasikan dengan baik oleh seluruh pihak.

Apalagi, saat ini Indonesia menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, di mana gangguan terhadap kesatuan di Indonesia bisa menciptakan polarisasi yang bersifat temporer, baik oleh beberapa ahli politik maupun rohaniwan, yang sudah terikat dan terpolarisasi membela kubu tertentu.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, dibutuhkan kedewasaan mengingat demokrasi di Tanah Air maupun kemerdekaannya masih belum mencapai umur yang mumpuni jika dibandingkan negara-negara demokrasi lainnya sehingga masih rentan dengan berbagai ujian yang ada, termasuk ujian terhadap masyarakat inklusif.


Literasi keagamaan

Indonesia telah terbiasa untuk hidup berdampingan dalam keberagaman dan semangat persaudaraan. Kendati demikian, memang masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah terkait isu toleransi beragama di tanah air.

Merujuk kepada Indeks Kerukunan Umat Beragama, indikator toleransi di Tanah Air masih berada pada level 68,72. Skor tersebut menunjukkan masih ada permasalahan intoleransi dan perlunya intervensi untuk meningkatkan situasi tersebut, antara lain, dengan literasi keagamaan lintas budaya dan penguatan moderasi beragama.

Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho menilai pemahaman agama yang benar akan menciptakan masyarakat yang inklusif dan penuh dengan kedamaian.

Pasalnya, pemahaman agama yang keliru dapat menjadi penghalang, bahkan ancaman, untuk membangun rasa saling menghormati dan saling percaya dalam masyarakat, terutama di tengah meningkatnya tantangan terhadap kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia.

“Melindungi dan memajukan dimulai dengan menghormati. Menghormati martabat manusia berarti pula menghormati keragaman manusia,” ujar Matius.

Kewarganegaraan yang setara dan inklusif tidak hanya menjamin hak-hak manusia, tetapi juga menuntut tanggung jawab warganya, terlepas dari agama atau kepercayaan masing-masing. Agama juga bersifat transnasional dan transbudaya.

Untuk itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan pentingnya literasi keagamaan lintas budaya di dalam masyarakat dunia yang semakin multikultural dan saling terkoneksi satu sama lain.

“Dengan pemahaman dan penghormatan yang semakin tinggi terhadap perbedaan, maka masyarakat dapat menjadi lebih inklusif dan harmonis," ucap Yasonna dalam acara Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya pada pertengahan November lalu.

Meski masih akan selalu ada pihak-pihak yang intoleran dan radikal, langkah tersebut harus digiatkan. Pada konteks tersebut, maka supremasi hukum memiliki peran penting untuk menjamin dan menghormati hak setiap warga negara.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023