Jakarta (ANTARA) -
Dokter spesialis gizi klinik Universitas Indonesia dr. Luciana Sutanto MS Sp.GK mengatakan perlu untuk melakukan cek kesehatan atau medical check up dan evaluasi berat badan setelah liburan panjang akhir tahun.
 
"Pemeriksaannya gimana sih kadar lemak darah kita, gula darah kita dan hal lain yang terkait, misalnya ditimbang berat badannya atau lingkar pinggangnya diukur besar nggak, kalau membesarnya sudah melewati berat badan sehat atau asalnya sudah gemuk perhatikan naik berapa kilogram kemarin," kata Luciana saat dihubungi ANTARA, Selasa.
 
Luciana mengatakan kenaikan berat badan seringkali diikuti dengan kenaikan kolesterol karena pola konsumsi makanan yang berlebihan saat berlibur.
 
Ketika berlibur, aktivitas fisik tentu tertunda untuk mengeluarkan energi, dan dibarengi dengan mengonsumsi makanan yang berlebihan. Hal itu bisa menjadikan lingkar perut meningkat. Sehingga penting untuk memantau dan mengevaluasi kenaikan berat badan dan biasakan cek kesehatan baik mandiri maupun melalui pemeriksaan laboratorium.

Baca juga: Dokter imbau masyarakat rutin pemeriksaan kesehatan setahun sekali
 
"Kalau berat badan meningkat tapi kita olahraga lingkar perutnya nggak naik, beratnya naik jadi otot, kalau liburannya outbound bisa ototnya naik, tapi kan kita naik mobil, duduk, ngobrol, jadinya penumpukan lemak," ucapnya.
 
Agar tubuh pulih kembali dan tetap sehat setelah liburan, Luciana menyarankan untuk kembali mengonsumsi makanan sehat dan bergizi yang terdiri dari karbohidrat, sayur, lauk pauk dan, buah, dan tetap sesuai kebutuhan alias tidak terlalu banyak.
 
Selain itu jika saat liburan dirasa kurang istirahat dan makan tidak teratur, ia menyarankan untuk istirahat yang cukup dan mengobati penyakit maag dengan model diet yang sesuai.
 
"Atau habis liburan badannya kurus karena outbound setiap hari, berenang setiap hari, terlambat makan terus atau malah nggak makan, kalau beratnya berkurang, signifikan mesti balik makan yang sehat karena nanti bisa sakit," tambah Luciana.
 
Dokter yang praktek di RS Mitra Keluarga ini mengatakan jika konsumsi makanan sudah cukup banyak dan memenuhi gizi seimbang, konsumsi suplemen vitamin dan mineral tidak terlalu dibutuhkan.
 
Karena jika mengonsumsi terlalu banyak suplemen atau vitamin tidak dengan dosis yang tepat sesuai anjuran, maka akan menjadi racun dalam tubuh.
 
Namun bagi yang sedang menjalani terapi dengan diagnosa kekurangan vitamin atau mineral tertentu, maka perlu untuk mengonsumsi suplemen yang sudah diresepkan oleh dokter gizi.
 
"Kalau nggak diterapi padahal ada kekurangan itu akan berdampak penyakit, terapi suplemen itu untuk yang gizinya kurang, tapi kalau makannya bervariasi sudah cukup (vitamin dan mineral)," kata Luciana.
 
Luciana mengatakan masyarakat Indonesia masih awam dengan cek kadar vitamin dan mineral dalam tubuh karena harganya yang juga cukup mahal.
 
Namun, untuk orang Indonesia ia menyarankan untuk mengonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung vitamin D karena ia menilai masyarakat Indonesia kurang terpapar sinar matahari.
 
Untuk lansia, Luciana juga menyarankan untuk mengonsumsi suplemen harian dalam dosis kecil. Jika dirasa memiliki keluhan seperti sering pusing atau sedang menjalani diet rendah kalori, disarankan untuk konsultasi ke dokter gizi untuk mendapatkan dosis vitamin dan suplemen yang tepat.
 
"Kalau untuk orang tua dosis kecil untuk konsumsi harian boleh dikonsumsi, tapi kalau dosis tinggi harus konsultasi dengan dokter, kalau dosis tinggi sudah harus diagnosis dokter, sudah jelas ada defisiensi baru terapi dengan vitamin," tutup Luciana Sutanto.

Baca juga: Rutin cek kesehatan lengkap membantu kontrol risiko penyakit jantung

Baca juga: Gandeng tiga faskes, OLAB perluas layanan "medical check up"

Baca juga: BMHS gelar pemeriksaan kesehatan gratis di Palembang

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024