Jakarta (ANTARA) - Pakar kebijakan publik Universitas Tri Sakti Trubus Rahadiansyah menilai penerapan power wheeling harus dipercepat karena dibutuhkan untuk mengatasi masih seringnya listrik padam di berbagai wilayah.

"Betul terlalu lamban dan sangat disayangkan. Padahal dibutuhkan untuk menciptakan good governance dan reformasi pelayanan publik terkait listrik. Makanya dari sudut pandang kebijakan publik, power wheeling perlu dipercepat, harus didorong," kata Trubus melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin.

Dia mencontohkan, masih banyaknya wilayah di Indonesia yang mengalami listrik PLN padam sebagai dampak masih kurangnya good governance, yang berkaitan dengan transparansi, akuntabel dan sebagainya.

"Seharusnya dengan good governance yang baik, tidak perlu ada pemadaman listrik seperti sekarang," ujar Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) itu.

Menurutnya, seringnya pemadaman listrik sangat merugikan masyarakat karena tidak hanya merusak berbagai peralatan namun juga mengganggu aktivitas salah satunya di sektor transportasi kereta api.

Power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan perusahaan swasta atau independent power producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

Pemadaman listriK PLN, disebutkannya masih sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada 3 Januari 2024 terjadi selama 27 jam.

Begitu pula beberapa wilayah di Batam pada 4 Januari 2024 yang dinilai berpotensi menyebabkan gangguan serius dalam pelayanan suplai air bersih karena produksi air harus terhenti saat terjadi pemadaman listrik.

Padahal, proses pengambilan air hingga penjernihan memerlukan waktu tidak sebentar dan terus-menerus. Pemadaman tersebut, juga dikatakan merusak sejumlah peralatan di sumur air bawah tanah.

Oleh karena itu Trubus berharap, penerapan power wheeling harus segera dilakukan. Keberadaan swasta pada skema power wheeling, menurutnya, akan mengurangi beban PLN dan mendukung BUMN tersebut dalam meningkatkan pelayanan selain itu memacu BUMN tersebut untuk meningkatkan tata kelola.

"Pelayanan publik dalam hal kelistrikan akan terpenuhi dengan baik. PLN tetap leading dan semakin berdaya saing. Sedangkan swasta akan menjadi komplementer untuk mendukung PLN," katanya.

Secara terpisah pengamat energi Ali Herman Ibrahim sependapat bahwa implementasi power wheeling memang terlalu lamban. Penyebabnya, karena skema yang saat ini digodok dalam RUU EBET, dilakukan pihak-pihak yang dinilai kurang paham.

"Seharusnya dilibatkan juga orang-orang yang tepat untuk membahas itu. Termasuk power wheeling, banyak orang tidak paham," katanya.

Menurut dia penerapan power wheeling akan menguntungkan PLN asalkan dikaji dengan benar, sistemnya harus dibuat baik, dibuat dulu aturan yang benar.

"Pasti PLN untung. Semua yang terlibat juga untung, bukan PLN saja," kata dia.

Melalui kajian yang tepat, tambahnya, akan didapat win-win solution, salah satu keuntungan adalah kemudahan dan investasi. Dalam skema ini, investasi negara memang berkurang. Namun, agregat PLN bisa dioptimalkan.

"Untuk itu, harus dibicarakan bersama antara tiga pihak, PLN, swasta dan pemerintah. Tetapi leader-nya tetap pemerintah," ujarnya

Baca juga: Pengamat: "Power wheeling" jadikan PLN lebih fokus layani masyarakat
Baca juga: Ekonom sebut pemaksaan power wheeling salahi konstitusi
Baca juga: Skema power wheeling berpotensi gerus penjualan listrik PLN

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024