Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mendorong optimalisasi peran intelijen kejaksaan di bidang kemaritiman dalam rangka mencegah dan melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah laut Indonesia.

“Peran Intelijen kejaksaan di bidang kemaritiman harus dioptimalkan keberadaannya dalam rangka menyelenggarakan intelijen penegakan hukum,” kata Burhanuddin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Burhanuddin, Indonesia yang memiliki 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, rawan terjadi tindak kejahatan.

“Lebih dari 70 persen kejahatan itu sebenarnya ada di wilayah laut, mulai dari kejahatan kemaritiman seperti illegal fishing, pembajakan sampai penyelundupan,” katanya.

Bahkan lanjut dia, beberapa sumber kejahatan di darat justru dari laut seperti kejahatan human trafficking (perdagangan orang), penyelundupan narkotika, penyelundupan BBM bersubsidi, impor barang bekas, dan lainnya.

Tindak kejahatan ini, kata Burhanuddin, tidak saja mengganggu keselamatan masyarakat, tetapi juga mengancam kedaulatan negara.

Burhanuddin mengungkapkan, masih terdapat banyak celah pada perbatasan yang ada sehingga riskan dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan kurangnya aparatur di laut, walaupun sudah ada 13 lembaga/instansi yang mempunyai kewenangan di laut.

“Luas negara kepulauan itu tidak semua dijaga ketat dan dapat diawasi oleh petugas keamanan,” ujarnya.

Meski sebagian besar dari lembaga/instansi yang mempunyai kewenangan di laut sudah memiliki satgas gabungan, tetapi masih banyak tugas-tugas yang kurang efektif di laut karena tumpang tindihnya kewenangan.

Burhanuddin pun mengakui Kejaksaan selama ini kurang berperan aktif dalam kejahatan-kejahatan yang ada di laut, padahal tindak pidana di laut sangat potensial untuk menambah pendapatan negara melalui denda dan uang pengganti dari kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana.

Oleh karena itu, kata dia, Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya yang memiliki kewenangan di bidang penuntutan terhadap perkara-perkara yang berada di laut, sangat penting untuk diikutsertakan sebagai bagian dari penegakan hukum terpadu di laut, karena ujung dari penanganan perkara akan ke Kejaksaan sebagai dominus litis dalam proses penanganan perkara.

Sasaran awal yang akan dilaksanakan dengan optimalisasi peran Intelijen Kejaksaan ialah mendata border-border yang ada di seluruh Indonesia, mengawasi lalu lintas/tambat kapal-kapal yang keluar masuk wilayah Indonesia, kemudian kita mulai melakukan pendataan barang yang keluar dan masuk di wilayah perairan seluruh Indonesia.

“Kejaksaan sangat konsern dengan upaya-upaya penanggulangan kejahatan di laut, karena berdampak luas terhadap perekonomian negara dan akan mengganggu keselamatan masyarakat, yang juga berdampak pada tindak pidana baik di darat maupun di laut,” katanya.

Burhanuddin menambahkan, bahwa penanggulangan kejahatan di laut perlu kerja bersama semua pihak terkait mengingat kompleksitas tindak pidana, termasuk koordinasi antar instansi, sehingga solusi yang harus segera dibentuk adalah kerja sama secara intensif dan efektif yang terpusat.

Dengan demikian, lanjut dia, semua kepentingan stakeholder akan menjadi satu kesatuan yang terakomodir dan terkoordinir dengan baik, tidak saling menunggu dan saling merasa berwenang.

Model seperti ini harus dilakukan klasifikasi modus tindak pidana guna mempermudah dalam mengurai benang merah yang selama ini terkesan saling lempar tanggung jawab dan merasa mempunyai wewenang.

Selain itu, harus dilakukan satu komando dan satu langkah menjaga sumber daya laut nasional sebagai bagian dari kekayaan Bangsa Indonesia.

“Kejaksaan secara sumber daya manusia (SDM) sudah sangat siap menjadi bagian terpenting dalam penegakan hukum di laut,” tutup Burhanuddin.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024