Medan (ANTARA) - Yayasan Orangutan Sumatera Lestari/Orangutan Information Center (YOSL-OIC) mengatakan perlu adanya kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan terkait termasuk pemerintah untuk menekan perdagangan satwa liar di Sumatera Utara.

"Perlu adanya kolaborasi karena tren perdagangan satwa liar sudah masuk ke ranah digital," ujar Direktur Konservasi YOSL-OIC M. Indra Kurnia di Medan, Selasa.

Indra berharap adanya kolaborasi itu, misalnya antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi dan Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut, seperti memblokir situs perdagangan satwa liar.

Indra mengatakan bukan hanya pemerintah saja untuk melestarikan satwa liar, melainkan juga masyarakat pada umumnya menjaga kelestarian hewan tersebut.

Baca juga: BBKSDA Sumut lakukan investigasi orangutan mati di Karo

Baca juga: BBKSDA Sumut titipkan puluhan satwa liar dilindungi


"Dengan cara tidak ikut memelihara satwa liar karena itu sudah menjadi mata rantai perdagangan perburuan dan perlindungan satwa," ucapnya.

Selain itu, dia menambahkan jika ada di masyarakat ada yang memelihara hewan yang seharusnya di hutan bukan umum peliharaan di kandang harus ada laporan ke penegak hukum.

"Untuk itu, sebaiknya masyarakat harus melaporkan ke aparat yang terkait polisi, dinas terkait atau teman-teman organisasi yang fokus ke satwa liar," ucap Indra.

OIC mencatat data kerugian kehilangan negara mencapai Rp137,78 miliar dengan rincian satwa liar terdiri dari gajah, harimau, orang utan, trenggiling dan rangkok.

"Catatan itu, kami mengutip dari rilis resmi Kementerian LHK ada temuan kasus-kasus barang bukti satwa liar," tutur Indra.*

Baca juga: BBKSDA lepasliarkan satwa dilindungi ke TWA Danau Sicike Cike di Sumut

Baca juga: BBKSDA Sumut evakuasi harimau Sumatera ke Sumbar

Pewarta: M. Sahbainy Nasution
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024