Bandung (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat memastikan akan melakukan evaluasi alur perizinan Kawasan Bandung Utara (KBU).

Pasalnya, kata Kepala Bappeda Jabar Iendra Sofyan saat dikonfirmasi di Bandung, Jumat, alur perizinan wilayah KBU saat ini sudah tidak menggunakan Perda Pengendalian KBU yang sebelumnya sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Cekungan Bandung.

Artinya, kata dia, proses perizinan pembangunan di KBU yang sebelumnya harus ada rekomendasi teknis dari Pemprov Jabar, jadi tidak lagi berlaku dan telah menjadi kewenangan masing-masing kabupaten/kota.

"Kita evaluasi lah seperti itu ya, karena cekungan Bandung ini sudah sebetulnya metropolitan yang mungkin ke depan akan terus berkembang ditambah adanya KCIC, jadi harus kita siapkan kembali untuk kawasan yang memang aman. Belum lagi isu patahan (Lembang) yang mulai ramai. Harus ada penanganan yang lebih baik," kata Iendra.

Dengan skema demikian, Iendra mengakui bahwa hal tersebut turut berpengaruh terhadap ekosistem di KBU, sehingga diharapkan kabupaten dan kota bisa mengatur izin teknis yang telah dirancang.

"Harapan kami, konsep pengendalian di KBU ini harus dilakukan kabupaten/kota, mengendalikan izin sesuai teknis kaidah izin yang sudah kita rancang. Setiap kawasan, klaster ada batas-batas koefisien dasar bangunan (KDB). Beda-beda, misal di Cimenyan berapa, itu yang harus dipatuhi dalam RTRW," tuturnya.

Lebih lanjut, dia berharap Pemprov Jabar dapat kembali memiliki peran dalam mengatur KBU agar tidak kebablasan, mengingat banyak dampak negatif yang bisa terjadi, bila KBU tidak dikelola secara tepat.

Pasalnya, KBU tidak hanya berdampak menimbulkan banjir, tetapi juga membahayakan permukiman yang memaksa membangun di kawasan tersebut, mengingat kerawanan yang terjadi karena berada pada kawasan Sesar Lembang.

"Karena otonomi daerah, full ada di mereka (pemerintah kota/kabupaten). Nanti kita lihat, apakah bisa dikembalikan lagi ke kita (alur perizinan). Itu pun kalau ada persetujuan dari teman-teman kabupaten/kota. Harusnya sih bisa sepakat, supaya lebih terkoordinir," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus melakukan asesmen atas penyebab banjir di Bandung Raya, yakni di Kawasan Braga dan Dayeuhkolot beberapa waktu lalu yang diduga akibat kerusakan alam di Kawasan Bandung Utara (KBU).

Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengatakan bahwa asesmen tersebut dilakukan juga dalam rangka evaluasi pembangunan di Bandung Utara yang diduga terjadi alih fungsi lahan.

"Bappeda akan koordinasi dengan pemerintah Bandung Raya untuk evaluasi ulang, karena banjir kemarin ada yang menyampaikan karena KBU atau debit air tinggi, kami akan evaluasi, termasuk di kawasan sempadan sungai," ujar Bey di Gedung Sate Bandung, Selasa (16/1).

Asesmen tersebut, menyusul keterangan Kepala Badan Pengelola Cekungan Bandung Tatang Rustandar mengatakan resapan air di wilayah Kawasan Bandung Utara mengalami kerusakan yang cukup parah, yang ditandai dengan tingginya kiriman debit air yang berasal dari kawasan hulu.

"Indikatornya debit air di musim hujan sudah melalui kapasitas tanggul dari sungai-sungai atau saluran-saluran yang ada, wujudnya banjir, air meluap. Kualitas airnya juga membawa sedimen, membawa butiran tanah, artinya erosinya sangat tinggi dari wilayah hulu," kata Tatang.

Dengan kondisi seperti itu, Tatang menyarankan untuk menghentikan pembangunan di wilayah hulu, utamanya Bandung Utara, sebagai resapan bagi Kota Bandung.

"Jadi, mengembalikan fungsi kawasan sebagai wilayah resapan air," tuturnya.

Baca juga: Jabar asesmen dugaan kerusakan alam KBU sebabkan banjir Bandung Raya
Baca juga: Komisi X DPR ingatkan soal bencana akibat masifnya pembangunan KBU
Baca juga: Gubernur Jabar minta proyek pembangunan di KBU dihentikan sementara

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024