Jakarta, (ANTARA News) - Data yang dihasilkan stasiun pemantauan kualitas udara ambien dalam papan "display" (penunjuk) pada sejumlah titik di Jakarta belum menunjukkan kadar pencemaran udara yang sesungguhnya karena hanya dua stasiun yang berfungsi dengan baik dan mengalami banyak gangguan. "Dari lima stasiun pemantau kualitas udara yang ada, hanya stasiun di Senayan dan di Walikota Jakarta Timur saja yang bisa mengirimkan data langsung untuk diproses menjadi ISPU (indeks standar pencemar udara)," kata Kepala sub Bagian Sumber Daya Alam Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), Rina Suryani, Rabu (2/8). Ia mengatakan, stasiun pemantau kualitas udara di Pondok Indah mengalami kerusakan jaringan telepon sehingga tidak sanggup mengirimkan data, sedangkan yang di kantor walikota Jakarta Barat, saluran teleponnya terputus akibat pembangunan parkir bawah tanah. Selanjutnya, stasiun pemantau mutu udara di Kemayoran tidak memiliki jaringan telepon. "Kalau jaringan telepon bermasalah, terpaksa data harus diambil secara manual seminggu sekali," katanya. Stasiun pemantau, kata dia, sebenarnya mengeluarkan data kadar karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), ozon (O3), sulfur dioksida (SO2) dan partikel debu (PM-10) di udara setiap setengah jam sekali. Menurut dia, hasil ISPU setiap stasiun dalam satu hari dihitung rata-ratanya, kemudian dipilih hasil ISPU yang memiliki kadar pencemaran tertinggi untuk ditampilkan di display esok harinya. "Karena stasiun pemantau yang bisa berfungsi secara benar hanya dua saja, data diambil dari sana saja," katanya. Sementara itu, peneliti kualitas udara Pusanpedal KLH, Esrom Hamongan, mengatakan, lokasi stasiun pemantau kualitas udara di Jakarta banyak mengalami perubahan tata guna lahan dari awal pemasangan sehingga mempengaruhi keakuratan data. Stasiun pemantau udara di Jakarta Timur kini terganggu karena terhalang pepohonan yang semakin tinggi, katanya. "Lingkungan di sekitar stasiun pemantau banyak yang beralih fungsi dijadikan gedung, kantin dan lain-lain, sehingga dapat memengaruhi kualitas udara yang harus diukur," katanya. Menurut dia, perlu ada peninjauan kembali lokasi stasiun pemantau dengan memilih lokasi yang dalam rentang waktu lima hingga 10 tahun tidak mengalami banyak perubahan.(*)

Copyright © ANTARA 2006