Keuntungan menyusui itu berhubungan erat dengan peningkatan IQ anak. ASI berdampak pada peningkatan bagian struktur otak, ...
Jakarta (ANTARA) - Sejak percepatan penurunan stunting menjadi prioritas nasional, berbagai pihak mulai beramai-ramai membuat program yang fokus meningkatkan gizi anak. Sayangnya, berbagai program tersebut belum diarahkan untuk merawat ibu yang berkontribusi besar terhadap tumbuh kembang anak.

Dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional yang akan jatuh pada esok hari (25/1), penting untuk kembali mengevaluasi pentingnya ibu yang sehat dan bahagia untuk melahirkan anak yang berkualitas.

Ibu yang sehat dan bahagia secara otomatis mampu memberikan asupan gizi yang benar, mulai dari memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun dengan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI).

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo berulang kali menekankan pentingnya asupan gizi pada1.000 hari pertama kehidupan, yakni usia 0-24 bulan, karena di usia itulah otak manusia akan terbentuk, dimana ubun-ubun akan menutup dengan sempurna dan tulang saling dipertemukan.

Pada masa 1.000 hari pertama kehidupan tersebut, peran ibu sangat diperlukan untuk memberikan gizi yang baik bagi anak, dan hal tersebut tidak akan bisa terjadi apabila ibu tidak sehat secara fisik maupun psikis.

Ketua Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI) dr. Maharani Bayu menyampaikan bahwa standar emas makanan bayi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dimulai dari inisiasi menyusui dini (early skin to skin atau menempelkan bayi pada kulit ibu) segera saat melahirkan. Pada masa ini, dukungan dari keluarga dekat sangat dibutuhkan oleh sang ibu agar ASI lancar dan memicu hormon oksitosin keluar dari otak.

Saraf di payudara ibu akan mengirimkan sinyal ke otak saat bayi menghisap puting ibunya, di situlah hormon oksitosin akan keluar dan dapat meredakan stres serta mengurangi rasa cemas pada ibu. Kerja hormon oksitosin ini juga akan memengaruhi perasaan ibu karena akan memunculkan efek bahagia sehingga dapat melakukan pengasuhan positif, yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan gizi yang berkualitas bagi anak.

“Keuntungan menyusui itu berhubungan erat dengan peningkatan IQ anak. ASI berdampak pada peningkatan bagian struktur otak, karena dengan menyusui, ada pertumbuhan sel-sel otak yang lebih baik, maka perkembangannya juga lebih baik. Anak generasi selanjutnya mesti diberikan modal awal ASI yang bagus, dan ASI yang bagus berawal dari ibu yang bahagia,” kata Maharani.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Inggris, dari 1.736 anak yang dites, anak dengan asupan ASI secara bermakna menunjukkan hasil pendidikan lebih tinggi. Pendidikan yang tinggi itu juga tidak bergantung pada latar belakang sosio-ekonomi.

“Kalau sosio-ekonominya rendah itu tidak berpengaruh. Karena aktif disusui, anak berasal dari keluarga dengan sosio ekonomi rendah juga bisa tetap mengikuti perkembangan, dan bisa bersaing dengan anak-anak yang lahir dengan sosio ekonomi yang lebih baik.” tuturnya.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 juga menunjukkan bahwa menyusui memberikan manfaat mental yang baik tidak hanya pada bayi, tetapi juga pada ibu. Pada ibu, menyusui secara signifikan mengurangi stres fisiologis dan subjektif, memfasilitasi pengaruh positif, meningkatkan kepekaan, dan perawatan ibu.

Radiolog di Universitas Indonesia ini juga memaparkan bahwa ada tiga fisiologi dasar ilmu menyusui agar ibu berhasil mengoptimalkan pemberian gizi pada anak lewat air susu kehidupan tersebut, yakni adanya informasi yang cukup, dukungan keluarga dekat, dan manajemen ASI dengan benar.

Informasi yang cukup diperlukan oleh ibu dan mesti dipelajari bahkan sebelum masa kehamilan. Calon ibu mesti mengetahui bahwa hormon ASI ada dua, yakni hormon prolaktin atau hormon yang memproduksi ASI, dan hormon oksitosin yang berfungsi mengalirkan ASI. Kedua hormon ini harus berkolaborasi dengan baik, karena apabila ada salah satunya tidak jalan, akan menjadi masalah.

ASI itu disebutkan sudah diproduksi sejak masa kehamilan 15-20 minggu, dengan aktifnya dua hormon itu, ASI-nya sudah bisa produksi. Beberapa ibu mungkin mengalami ASI tidak bisa keluar karena masih ditahan oleh hormon kehamilan yang menempel di ari-ari sehingga  begitu melahirkan, ASI-nya mulai keluar, dan mungkin terkadang ada jeda karena ketidakseimbangan hormon.

Hormon prolaktin sangat erat terkait dengan otak di bagian emosi, sedangkan hormon oksitosin sangat terkait dengan rasa empati, kesetiaan, serta meningkatkan rasa percaya satu sama lain. Apabila ibu merasakan pikiran yang negatif seperti sedih atau stres, maka akan menghambat kerja hormon oksitosin sehingga meski payudara dapat memproduksi ASI dalam jumlah cukup, tetapi tidak dapat keluar dengan lancar.

“Kalau hormon oksitosinnya terganggu, meski produksinya bagus-- tetapi bisa tidak lancar-- yang sering ditemui, payudara ibu menjadi bengkak. Ini sangat menyakitkan sehingga ibu tidak bisa menyusui dengan baik karena menurut ibunya ini menyiksa,” paparnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, ibu harus sesering mungkin melakukan kontak kulit dengan bayi, belajar menyusui dengan baik, dan tidak sungkan atau takut meminta dukungan atau pertolongan dari keluarga dekat atau orang-orang yang dipercaya.

Ibu yang sudah mendapatkan informasi dan belajar menyusui dengan baik, maka secara otomatis akan menghasilkan ASI yang lancar, karena begitu bayi menyusui langsung, dia akan memanggil otak ibu untuk tidak hanya memproduksi, tetapi juga mengeluarkan hormon pengaliran ASI.

Dukungan keluarga dekat juga sangat diperlukan untuk memicu hormon hipofisis posterior, atau hormon pengaliran yang terletak dekat dengan otak emosi ibu, yang akan menghasilkan hormon oksitosin seperti yang sudah dijelaskan.

“Jadi tanpa dukungan yang bagus, ibu jadi stres, hormon oksitosinnya tidak lancar, ASI nya tidak bisa keluar. Ini sangat berhubungan, kalau hormon pengalirannya bagus, maka bisa terjadi jika menyusui di sebelah kanan, payudara kirinya juga keluar dengan lancar, mereka akan saling memanggil,” ucap Maharani.

Kemudian, terkait manajemen ASI, ibu harus tahu kapan jadwal yang tepat untuk memompa ASI apabila ibu tersebut adalah seorang wanita karier. Selain itu, juga memperhatikan asupan gizi yang masuk dalam tubuh, dengan tidak mengkonsumsi makanan sembarangan dan tidak mengandung nilai gizi yang seimbang.

Berdasarkan saran dari Kementerian Kesehatan, jenis makanan yang disarankan untuk memperlancar ASI yakni biji-bijian dan kacang-kacangan karena mengandung lemak sehat yang penting untuk perkembangan otak bayi.

Kemudian, sayuran hijau seperti bayam, brokoli dan kangkung yang mengandung zat besi, kalsium, dan vitamin C yang membantu penyerapan nutrisi. Lalu, buah alpukat yang kaya akan lemak sehat, termasuk omega 3 yang penting untuk perkembangan otak bayi.

Yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah asupan protein. Protein dari ikan sangat disarankan menjadi konsumsi sehari-hari ibu menyusui. Selain protein, ikan juga banyak mengandung mineral, vitamin B1, B3, B6, B12, dan vitamin D, serta asam lemak omega 3.

Tak perlu mengonsumsi ikan dengan harga yang mahal seperti salmon karena ikan dari lingkungan sekitar seperti bandeng juga banyak mengandung gizi, bahkan ikan teri juga terbukti mengandung omega 3 yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan peradangan dalam tubuh sehingga ibu bisa lebih rileks saat menyusui.

Ibu juga disarankan banyak minum air putih saat menyusui karena komposisi air dalam ASI dapat mencapai 90 persen.

Menyusui adalah salah satu periode emas yang dibutuhkan oleh anak agar bisa mendapatkan asupan gizi yang cukup selama masa tumbuh kembangnya. ASI bahkan disebut sebagai cairan yang hidup sehingga apabila tidak dirawat dengan baik maka akan berhenti diproduksi dan bisa memberikan dampak negatif bagi kesehatan ibu.

Saat ini, sudah banyak inovasi yang dilakukan baik oleh instansi maupun perusahaan agar ibu dapat dengan lebih leluasa menyusui, misalnya, memberikan ruangan atau toilet khusus, bahkan memberikan fasilitas bagi karyawan untuk mengirimkan ASI yang sudah dipompa dengan ojek daring menuju ke rumah untuk si jabang bayi, dengan biaya yang dibebankan pada perusahaan.

ASI juga dapat menjadi indikator bagi keluarga, tidak hanya ibu, untuk menilai apakah ke depan dapat memberi asupan gizi yang benar bagi anak. Karena, jika sejak awal saja keluarga tidak ikut menjaga dan mengedepankan kebahagiaan ibu saat menyusui, bagaimana bisa memberikan gizi yang lain-lain saat anak tumbuh dewasa?

Tugas untuk merawat ASI agar tetap mengalir dan memberikan gizi yang cukup bagi anak ini juga sebaiknya tidak dibebankan hanya kepada ibu, tetapi juga ayah, kakek, nenek, dan seluruh keluarga terdekat yang ada di sekitar ibu karena, seperti kata pepatah, butuh uluran tangan satu desa untuk mendidik dan menumbuhkan satu orang anak.

Untuk itu, demi mewujudkan generasi emas Indonesia, pemberian gizi berkualitas dapat dimulai dengan memprioritaskan gizi, juga kebahagiaan ibu pada masa menyusui.



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024