“Masyarakat perlu memahami bahwa pemilihan umum adalah proses berdemokrasi di Indonesia yang telah diatur oleh konstitusi, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945,”
Jakarta (ANTARA) - Ratusan mantan narapidana tindak pidana terorisme (napiter) yang mengikuti program deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah bertransformasi dari anti-NKRI menjadi agen demokrasi.

Munir Kartono, salah satu eks napiter yang menjadi agen demokrasi mengajak masyarakat untuk menyukseskan Pemilu 2024 agar berlangsung aman, damai dan lancar.

“Masyarakat perlu memahami bahwa pemilihan umum adalah proses berdemokrasi di Indonesia yang telah diatur oleh konstitusi, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945,” kata Munir kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Menurut Munir, tidak tepat bila ada yang membenturkan pemilu dengan tafsiran agama, dengan mengatakan bahwa proses demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam.

“Justru hal ini dapat membahayakan persatuan Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Munir merupakan sahabat dari Bahrun Naim, pemuka ISIS Indonesia. Bertugas mencari pendanaan secara daring melalui bitcoin.

Munir menceritakan pengalaman selama mengikuti program deradikalisasi BNPT yang dimulai selama masa penahanan. Kegiatan yang dilakukan berupa dialog, diskusi, brainstorming oleh pembina dari BNPT, Densus 88 Antiteror Polri, akademisi hingga tokoh agama.

Dijelaskannya, para napiter yang mengikuti program deradikalisasi mendapat pembinaan secara berkesinambungan termasuk ketika berada di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

Puncak dari proses deradikalisasi yang dijalankan para napiter terjadi ketika dipindahkan ke Pusat Deradikalisasi BNPT.

“Saya mendapat pembinaan yang komprehensif, mencakup aspek keagamaan, wawasan kebangsaan, psikologi serta melibatkan banyak pihak dari akademi hingga tokoh masyarakat,” katanya menuturkan.

Menurut Munir, pembinaan agama dan wawasan kebangsaan menjadi titik balik baginya untuk mencintai NKRI. Sebelumnya, ketika terpapar paham radikalisme, Indonesia sebagai negara ‘thoghut” yang tidak menjalankan syariat Islam.

Namun, pandangannya mulai terbuka setelah mendapat pemahaman baru tentang Maqashid Syariah, dan sejarah peran ulama dalam kemerdekaan Indonesia.

Setelah menjalani program deradikalisasi, Munir mengubah pandangan radikalnya menjadi pemahaman yang luas sesuai dengan semangat Pancasila dan NKRI.

Selama program deradikalisasi, Munir melakukan banyak dialog dan berbagai interaksi dengan para ahli agama, tokoh masyarakat. Dan menyadari bahwa pemahaman sebelumnya keliru dan membahayakan keselamatan orang lain.

Munir menyoroti peran tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memberikan pencerahan dan pengetahuan kepada masyarakat, terkait pandangan terhadap potensi segregasi (pemisahan antar kelompok) dalam masyarakat, terutama melalui isu-isu agama dalam konteks pemilu.

Dia menambahkan, bahwa di atas konstitusi Indonesia, banyak agama dan kepercayaan yang dijamin untuk bisa tumbuh dan berkembang, termasuk Islam.

“Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk mengklaim Indonesia adalah negara "thoghut" karena tidak sesuai dengan Syariat islam,” kata Munir.

Munir pun menyampaikan harapannya agar Pemilu 2024 membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan positif.

“Pemilu tidak berkaitan dengan status keimanan seseorang, dan apapun pilihannya, tidak boleh digunakan untuk memutuskan kekafiran dan keislaman seseorang,” ujar Munir.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024