Jakarta (ANTARA) - Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI dr. Yoga Devaera, Sp.A(K) dalam diskusi daring diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Kamis, menjelaskan bahwa sebanyak 42 persen penyebab keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2019 adalah akibat cemaran bakteri.

Dari jumlah tersebut, sebesar 28 persen kasus terjadi di rumah tangga. Beberapa penyebab penyakit akibat pangan adalah bakteri, virus, parasit, cemaran kimia, dan racun/toksin. Sebagian besar penyebab penyakit tersebut adalah infeksi bakteri dengan jenis bakteri yang banyak sekali.

Baca juga: Tiga tahap menjaga keamanan pangan dari kontaminasi bakteri

"Tetapi bisa disebabkan juga oleh virus, salah satu yang paling sering Hepatitis A yang kalau terjadi dalam satu kelompok masyarakat misalnya anak sekolah, dia bisa menjadi wabah," jelas dia.

Yoga mengatakan bahwa terkadang masyarakat merasa sangat khawatir dengan cemaran kimia dan racun atau toksin, namun terlupa bahwa hampir setengah penyebab keracunan pangan di Indonesia adalah bakteri patogen.

"Sedangkan sebagian kecil 10 persen oleh kimia atau toksin, sedangkan sepertiga jumlahnya tidak diketahui," kata dia.

Baca juga: Terkait zoonosis, Kemenkes ingatkan pentingnya pengolahan makanan

Dia lantas menambahkan bahwa keamanan pangan sering terjadi pada komunitas atau masyarakat ekonomi rendah pada negara yang derajat kesehatan dan kebersihannya masih rendah, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan RI, keracunan pangan paling sering terjadi di rumah.

"Angkanya sebesar 28 persen sama dengan jasa boga atau katering. Kalau dilihat, rumah merupakan salah satu tempat yang seharusnya aman, namun memegang peranan cukup tinggi. Berarti ada yang salah dalam pengelolaan pangan di rumah kita masing-masing," tuturnya.

Baca juga: Mendulang emas hitam dari ruang dapur

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024