Jangan sampai over treatment (dalam penanganan stunting) sehingga anak kelebihan berat badan atau overweight
Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa penanganan stunting jangan sampai terlalu berlebihan atau over treatment.
 
"Jangan sampai over treatment (dalam penanganan stunting) sehingga anak kelebihan berat badan atau overweight, lalu sama-sama punya prospek yang tidak bagus untuk ke depan," kata Hasto dalam diskusi yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis.
 
Hasto menjelaskan bahwa selama ini pengukuran tinggi badan yang dilakukan di Indonesia sudah mengikuti standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tetapi hal tersebut mesti disandingkan dengan hasil yang ada agar kebijakan bisa tepat sasaran dan tidak membuat anak malah kelebihan berat badan.
 
"Growth chart standard dari WHO juga belum tentu sesuai dan cocok dengan negara tertentu, sehingga perlu disandingkan dengan hasil yang ada sekarang, agar saat membuat kebijakan tidak ada efek dari hasil survei yang ada di lapangan, sehingga tidak ada over treatment, bahaya juga bisa overweight, karena mereka sebenarnya tidak stunting," tuturnya.
 
Hasto menegaskan masyarakat tidak boleh terjebak pemahaman bahwa semua anak yang terlahir pendek sudah pasti menderita stunting.

Baca juga: BKKBN: Tekan kelahiran stunting baru strategi jitu turunkan stunting

Baca juga: Kemenkes: Rendahnya asupan protein hewani sebabkan stunting pada anak
 
"Di tengah-tengah antusiasme yang tinggi untuk menurunkan angka stunting, dan masyarakat sangat booming tentang stunting, tetapi jangan terjebak pemahaman bahwa semua yang pendek adalah stunting, padahal banyak sekali yang stunted dan pendek tetapi perkembangannya bagus," ujar dia.
 
Ia menekankan bahwa mesti ada penelitian yang ditegakkan mengenai sejauh mana ukuran gagal tumbuh atau stunted yang dapat menyatakan bahwa anak kekurangan nutrisi sehingga menyebabkan gangguan kesehatan atau sub optimal health.
 
"Dengan penelitian ini ada yang perlu ditegakkan, bahwa kita masih terjebak dalam ukuran stunted sebagai suatu ukuran utama untuk melakukan adjustment bahwa anak itu nutrisinya kurang dan kita yakini bahwa itu bentuk sub optimal health, padahal belum tentu," ucapnya.
 
Ia juga mengemukakan pemerintah daerah mesti memahami bahwa dari hasil pengukuran balita yang dinyatakan stunted di lapangan, belum tentu semua mengalami keterlambatan pertumbuhan.
 
"Teman-teman di daerah harus memahami bahwa ternyata yang kita ukur di lapangan dan kita temukan sebagai stunted, kemudian kita laporkan sebagai stunting, itu tidak semua mengalami keterlambatan dalam perkembangannya," paparnya.
 
Untuk itu, Hasto menyarankan agar penelitian tentang ukuran stunted ini lebih banyak dilakukan dan diterapkan agar penanganan stunting tidak terlalu berlebihan dan dapat memberikan hasil sesuai yang diinginkan sebagaimana target prevalensi nasional pada tahun 2024 sebesar 14 persen.

Baca juga: Kepala BKKBN: Untuk dapat bayi cerdas, perempuan harus cukup lemak

Baca juga: Susu pertumbuhan dapat jadi alternatif penuhi protein cegah "stunting"

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024