Baghdad (ANTARA News) - Serangan-serangan di Baghdad dan beberapa daerah Sunni di Irak merenggut 17 jiwa, Senin, termasuk delapan orang dalam pemboman terkoordinasi terhadap rumah seorang pemimpin milisi penentang Al Qaida, kata sejumlah pejabat.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari gelombang kekerasan yang telah menewaskan lebih dari 3.800 orang tahun ini dan menyulut kekhawatiran luas bahwa Irak tergelincir kembali ke pertumpahan darah besar seperti pada 2006 dan 2007, lapor AFP.

Serangan paling mematikan Senin terjadi di Baghdad barat di rumah Wissam al-Hardan, yang sebelumnya tahun ini ditunjuk oleh Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki untuk memimpin Sahwa, kelompok milisi penentang Al Qaida.

Sejumlah pejabat mengatakan, dua penyerang bunuh diri meledakkan bom mereka di luar rumah Hardan sekitar pukul 15.00 waktu setempat (pukul 19.00 WIB), yang disusul dengan ledakan bom mobil ketika petugas penanganan darurat datang.

Delapan orang tewas dan 14 lain cedera dalam insiden itu, termasuk Hardan.

Pemimpin milisi itu dibawa ke sebuah rumah sakit di dalam kawasan dengan penjagaan ketat Zona Hijau Baghdad, dimana terdapat kedutaan-kedutaan besar AS dan Inggris serta gedung parlemen.

Dalam insiden lain, serangan bom mobil bunuh diri terhadap sebuah pos pemeriksaan Sahwa di daerah pinggiran kota Baquba, sebelah utara Baghdad, menewaskan empat orang dan melukai 10 lain.

Milisi Sahwa terbentuk dari orang-orang suku Sunni Arab yang berpihak pada militer AS memerangi Al Qaida sejak akhir 2006, dan tindakan mereka itu telah mengubah peta perang di Irak. Anggota Sahwa dianggap sebagai pengkhianat oleh militan Sunni dan mereka sering menjadi sasaran serangan.

Di kota Tikrit, kampung halaman almarhum Saddam Hussein, seorang hakim utama kasus kriminal dan lima pengawalnya cedera dalam ledakan bom mobil, sementara kekerasan di Baghdad, Mosul dan kota berpenduduk Sunni, Fallujah, menewaskan lima orang, kata beberapa pejabat.

Serangan-serangan di Irak meningkat tahun ini, khususnya sejak operasi keamanan 23 April di sebuah lokasi protes Arab Sunni anti-pemerintah yang menyulut bentrokan-bentrokan yang menewaskan puluhan orang.

Kekerasan Senin itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Lebih dari 800 orang tewas dalam serangan-serangan selama Agustus, yang telah menjadi salah satu bulan paling mematikan di Irak.

Berdasarkan data yang dihimpun PBB dan pemerintah Irak, Juli merupakan bulan paling mematikan dalam lima tahun dengan jumlah korban tewas lebih dari 1.000 orang.

Jumlah kematian akibat serangan-serangan di Irak melampaui 3.600 orang sejak awal tahun ini.

Gelombang serangan di Irak meningkat sejak awal tahun ini, dan menurut laporan PBB, lebih dari 2.500 orang tewas dari April hingga Juni saja, jumlah tertinggi sejak 2008.

Jumlah kematian pada Maret mencapai 271, sementara sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013