dalam sebuah hadist nabi disebutkan bahwa setiap penghujung 100 tahun sekali Allah SWT bakal memunculkan sosok pembaharu
Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir mengatakan Nahdlatul Ulama berdasarkan usianya sudah saatnya melakukan "tajdid" atau pembaruan.

"Sekarang NU sudah berusia satu abad lebih satu tahun. Itu sudah saatnya dilakukan 'tajdid' (pembaruan)," kata Afifuddin saat Halaqah Nasional Strategi Peradaban NU di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Senin.

Afifuddin menuturkan, dalam sebuah hadist nabi disebutkan bahwa setiap penghujung 100 tahun sekali Allah SWT bakal memunculkan sosok pembaharu terhadap ajaran agamanya.

Menurut dia, hadits tersebut tidak sekadar ditujukan untuk pembaruan agama, akan tetapi berlaku pula bagi organisasi NU.

"Ini menurut saya tidak hanya berlaku kepada agama Islam secara keseluruhan, akan tetapi juga bagi NU," ujar dia.

Dia menyebut bahwa konsentrasi PBNU menyelenggarakan "Halaqah Fikih Peradaban" di seluruh wilayah di Indonesia menjadi salah satu bentuk pembaruan atau "tajdid".
Baca juga: Gus Mus: Urusan NU memenangkan Indonesia, bukan capres
Baca juga: Musbes Nahdliyin Nusantara sepakat kembalikan netralitas NU di politik

"Mungkin konsentrasi PBNU dengan yang namanya fikih peradaban itu merupakan salah satu bentuk daripada 'tajdid', pembaharuan," kata dia.

Menurut pandangannya, Afifuddin menjelaskan bahwa ada tiga makna pembaruan NU yang pertama adalah mengembalikan ke tujuan awal dibentuknya NU.

"Mengembalikan NU sebagaimana awal dia dilahirkan, seperti apa kondisinya NU saat itu, dikembalikan," kata dia.

Kedua, lanjut dia, pembaruan bermakna menghidupkan perkara yang sudah tidak lagi berdaya.

"Barangkali ada elemen-elemen yang sudah tidak berdaya dalam NU, (maka) perlu dihidupkan," kata dia.

Terakhir, menurut dia, pembaruan adalah memperbaiki hal yang sudah dianggap tidak baik.

"Alhamdulillah sudah ada gagasan fikih peradaban ini. Sudah barang tentu yang dimaksud peradaban di sini adalah peradaban Islam atau 'Al Hadharah al-Islamiyah'," kata dia.

Selain Kiai Afif, halaqah yang dipandu Prof Ismail Fajri Alatas ini juga diisi pemaparan oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, H Muhammad Cholil dari COO Center for Shared Civilizational Values, North Caroline, Amerika Serikat), dan Prof Robert W Hefner dari Universitas Boston, Amerika Serikat.
Baca juga: Rais Aam PBNU tekankan pentingnya tabayun bagi warga NU
Baca juga: Gus Yahya: Pengurus NU pacu kinerja untuk kemenangan Indonesia

 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2024