Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi Willa Damayanti mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai adanya perubahan warna kulit di tubuh, karena gejala tersebut bisa jadi gejala penyakit lepra atau kusta.

"Gejala dari kusta itu yang pertama yang kita cermati, yang terlihat oleh kita, adanya perubahan warna dari kulit normal. Jadi kulit normal itu bisa lebih gelap, atau dia lebih terang dari kulit normal," katanya dalam diskusi tentang kusta yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Selain perubahan warna kulit, Willa mengatakan masyarakat perlu mewaspadai adanya penebalan atau pembesaran saraf yang bisa dirasakan melalui perasaan nyeri pada saraf.

Kemudian, sambungnya, masyarakat juga perlu mewaspadai hipoanastesi, atau hilangnya seluruh atau sebagian sensibilitas kulit dalam menyentuh sesuatu.

"Jadi kita sebut ada namanya cardinal sign dari kusta, yaitu tanda-tanda penting dari kusta. Harus ada dua dari tiga gejala sebagai penegakan untuk diagnosis kusta dan dalam memberikan terapi untuk kusta," ujar dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Persahabatan, Jakarta itu.

Baca juga: Dokter: Tidak ada kekebalan khusus kusta

Baca juga: Kusta yang tak tertangani bisa sebabkan kecacatan


Willa memaparkan jika ditemukan sejumlah gejala tersebut, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan untuk memastikan kondisi pasien. Pemeriksaan tersebut menggunakan sejumlah indikator seperti menusukkan jarum untuk mengecek apakah ada penurunan dalam sensibilitas benda tajam, serta pemeriksaan dengan kapas untuk mendeteksi sensibilitas dalam meraba.

"Jadi itu biasanya pada penderita kusta otomatis dia (sensibilitasnya) akan berkurang. Apabila dua pemeriksaan itu belum juga mumpuni, belum membawa hasil yang memuaskan, biasanya kita akan melakukan pemeriksaan dengan suhu panas dan suhu dingin," jelasnya.

Willa mengatakan penyakit yang juga diketahui sebagai Morbus Hansen ini dapat menyerang siapapun, baik anak-anak maupun dewasa. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada orang di usia 25-35 tahun.

Sejumlah faktor risiko seperti lingkungan yang buruk, kondisi sosio-ekonomi yang rendah, serta rendahnya sistem imun pada tubuh meningkatkan risiko terjadinya kusta pada seseorang.

Meski demikian, Willa menyebutkan penyakit kusta dapat disembuhkan. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat bila mendapatkan sejumlah gejala dan ciri-ciri yang telah disebutkan, karena dengan mengenali gejalanya sedari dini, maka pengidap kusta dapat terobati dengan cepat dan tepat.

"Lalu, hentikan stigma negatif pada kusta, karena memang penyakit ini terlihat dari luar jelas bentuknya memang kadang agak menakutkan. Kalau kita nggak sama-sama untuk memusnahkan kusta, ini kusta akan tetap terus ada," tuturnya.

Untuk diketahui, Hari Kusta Sedunia diperingati setiap tanggal 28 Januari. Pada tahun ini, Hari Kusta Sedunia bertemakan "Kalahkan Kusta". Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021 mencatat Indonesia berada di urutan ketiga sebagai negara yang memiliki pengidap kusta terbanyak di dunia.

Baca juga: Ini beda bercak putih panu dengan kusta

Baca juga: Kemenkes catat penderita kusta semester pertama capai 13 ribu orang

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024