...tahun 1998 ada IMF, globalisasi dan perdagangan bebas, dan sekarang kedelai impor, harganya tinggi.
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, mengatakan masa kejayaan produsen tempe dan tahu nasional telah selesai sejak tahun 1998, seiring era globalisasi dan pemberlakukan perdagangan bebas.

"Sejak 1979 hingga hampir selama 20 tahun kedelai itu dimonopoli Bulog, hingga akhirnya 1992 kita bisa swasembada kedelai, dan itulah masa keemasan kami para pengrajin kedelai. Tapi tahun 1998 ada IMF, globalisasi dan perdagangan bebas, dan sekarang kedelai impor, harganya tinggi," kata Aip di Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Kamis.

Kehadiran Aip di KPPU terkait undangan Rapat Dengar Pendapat Terkait Permasalahan Dalam Komoditi Kedelai.

Aip mengatakan sejak 1998 pihaknya mulai kerap melakukan unjuk rasa, hingga mogok berproduksi karena tidak tahan dengan fluktuasi dan tingginya harga kedelai.

Saat ini sendiri menurut Aip, harga kedelai sudah mencapai Rp9.000 bahkan menyentuh Rp10.000. Angka tersebut merupakan harga tertinggi dalam sepanjang sejarah harga kedelai.

"Kami sebagai pimpinan pengrajin tempe tahu, sedih karena kelompok pengrajin jumlahnya ada 115.000 dengan satu setengah juta orang pegawai. Jika keluarga mereka turut dihitung, maka artinya ada sekitar lima juta jiwa bergantung hidupnya kepada kedelai," ujar dia.

Pewarta: RPA Jingga
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013