Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 21 organisasi profesi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terhimpun dalam Komisi Nasional Penanggulangan Masalah Merokok meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar menghentikan ekspansi industri rokok di Tanah Air. Pernyataan bersama yang dituangkan dalam surat terbuka kepada Presiden dan Wakil Presiden itu merupakan bentuk keprihatinan para pemerhati dampak masalah merokok terhadap ekspansi industri rokok PT HM Sampoerna di Karawang, Jawa Barat. "Salah satu perusahaan rokok raksasa di Indonesia akan membangun pabrik baru dengan kapasitas produksi sembilan miliar batang per tahun. Setelah berbagai bencana yang melanda, itu akan menjadi lubang bencana besar yang akan menarik generasi muda dan masyarakat miskin," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Farid Anfasa Moeloek, di Jakarta, Jumat. Sebab, ia melanjutkan, dampak negatif langsung dan tidak langsung dari perluasan industri rokok paling banyak dirasakan oleh generasi muda dan masyarakat miskin. Dua kelompok rentan itu, menurut dia, telah menjadi sumber keuntungan ekonomi dari penjualan bahan addiktif berbentuk rokok yang mengandung 4.000 bahan kimia yang berbahaya kesehatan manusia. Pada generasi muda, kata dia, merupakan pintu gerbang menuju bentuk kecanduan yang lain, seperti kecanduan terhadap alkohol dan narkotik, yang selanjutnya memungkinkan berjangkitnya aneka penyakit, seperti kanker, penurunan intelegensi, HIV/AIDS, Tuberculosis, dan kelainan reproduksi. Sedangkan bagi masyarakat miskin, katanya, biaya yang dikeluarkan untuk rokok menyebabkan pengurangan alokasi anggaran keluarga untuk pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan. Ia mencontohkan 10 juta dari 15 juta Kepala Keluarga miskin penerima dana subsidi bahan bakar minyak tahun 2005 adalah laki-laki yang di antaranya menghabiskan sekitar Rp50 miliar (setara dengan 10 ribu ton beras) per hari untuk mengkonsumsi rokok. "Jadi dalih memberikan pekerjaan bagi sekitar 12 ribu orang menjadi tidak berarti lagi, karena akibatnya justru memicu kematian jutaan jiwa manusia," tambah dr. Widiyastuti Soerojo dari Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Lagi pula, ia melanjutkan, pada masa mendatang industri rokok tidak akan menumpukan semua kegiatan operasional industrinya pada sumber daya manusia saja. "Bila dilihat kecenderungannya dalam beberapa tahun terakhir, untuk meningkatkan efisiensi produksinya industri rokok mulai beralih ke mekanisasi dan itu berarti akan semakin sedikit tenaga kerja yang akan ditampung," katanya. Dengan berbagai alasan itulah, ia mengemukakan organisasi-organisasi kemasyarakatan itu meminta kearifan pemimpin bangsa untuk melindungi generasi muda dan seluruh masyarakat dari bahaya rokok. "Dan bukan hanya kami saja, sekitar 30 ribu remaja Indonesia juga meminta perlindungan. Mereka telah menyatakan permintaannya dengan mencantumkan tanda tangan pada buku yang akan kami lampirkan dalam surat terbuka ini," demikian Farid Anfasa Moeloek. (*)

Copyright © ANTARA 2006