Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyiapkan dua insentif dalam bentuk cash rebate dan modular untuk memproduksi film bagi para sineas produktif menghasilkan karya terbaik bagi bangsa. 

"Pemerintah masih mengkaji desain insentif yang tepat, meski pada 2021 pemerintah sudah pernah memberikan insentif yang disebut
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Film" kata Direktur Industri Kreatif, Musik, Film dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) M Amin Abdullah, pada
diskusi pentaheliks antara peneliti, pelaku industri, sineas, eksekutif dan awak media di Jakarta, Kamis (1/2).

"Cash rebate ini, kita tidak punya karena persoalannya ternyata pada hukum, kita tidak punya celah hukum untuk itu," kata Amin dalam sesi diskusi santai seusai acara pemaparan hasil riset PwC Indonesia bersama LPEM FEB Universitas Indonesia.

Baca juga: Sandi ingin ada regulasi pemberian insentif untuk rumah produksi film

"Tapi 2021, pemerintah sudah pernah melakukan yang namanya PEN Film, pertama kali terjadi di Indonesia, menggelontorkan dana Rp114 miliar untuk memulihkan film," ujar Amin pula.

Dengan PEN Film, satu film yang diproduksi diberikan Rp1,5 miliar untuk membantu promosinya, pra-produksi mendapat Rp850 juta per satu film panjang dan Rp250 juta per satu film pendek.

"Kami (Kemenparekraf) sadari benar bahwa insentif itu menjadi penting bagi pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021," kata Amin.

Skema insentif "cash rebate dijelaskan  oleh PwC Indonesia.

Baca juga: Komite FFI: Presiden Jokowi akan berikan insentif untuk industri film

"Insentif pajak untuk pengeluaran terkait produksi, lokasi syuting, atau efek khusus pada film yang dikembalikan negara kepada pelaku industri perfilman sekian persen untuk menambah banyak produksi film dalam negeri," kata Head of Research and Economics PwC Indonesia Denny Irawan di Jakarta, Kamis.

Dia pun berpandangan pemerintah akan dipertanyakan banyak pihak ketika membayar pihak swasta agar tertarik melakukan usahanya di Indonesia saat regulasi belum mengatur tata caranya.

Sementara itu, Director of Public Policy, Southeast Asia, Netflix, Ruben Hattari, mengatakan satu skema insentif lain yang bisa dikaji pemerintah untuk menjadikan sineas semakin produktif dan menghasilkan karya dengan nilai tambah bagi bangsa dan negara yaitu skema "modular".

Skema modular adalah skema insentif yang diberikan pemerintah kepada sineas yang memenuhi modul-modul adegan yang disisipkan oleh pemerintah.

Terlebih, Indonesia memiliki kultur dan budaya yang sangat beragam dan sangat berpotensi untuk dipromosikan.
​​​​​​​
"Misalnya orang menonton adegan yang di dalamnya ada nilai budaya atau nilai pariwisata, itu diberi insentif, menurut saya akan sangat menarik," kata Ruben.
​​​​​​​
Semua negara di Asia Tenggara, kata Ruben, bahkan Singapura, memiliki skema insentif bagi insan perfilmannya. Namun yang paling mendekati di Asia Tenggara untuk skema modular itu adalah Thailand.

"Thailand punya modular, jadi kalau misal ada film menggunakan 100 persen orang lokal, itu naik persentase biaya. Atau misalnya ada elemen-elemen yang menunjukkan pariwisata itu ada," kata Ruben.

Ruben mengatakan kalau Indonesia bisa menerapkan yang sama untuk promosi pariwisata yang disusun pemerintah. Misalnya konsep The New Bali, produksi film dilakukan di Bali tentu akan menarik.

'Ada dampak limpahan bagi negara, selain dampak ekonomi juga berupa meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara," katanya.

Turut hadir dalam diskusi itu, produser film Yulia Evina Bhara dan sejumlah awak media.

Baca juga: Pasar film Indonesia tumbuh, Bekraf buat insentif untuk lokasi syuting
​​​​​​​

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024