Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai terdapat kekeliruan paradigma atau kerangka berpikir yang berkembang di masyarakat terkait isu pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) di ITB melalui Danacita.

Hal itu disampaikan oleh Director of Corporate Communication AFPI Andrisyah Tauladan. Menurut dia, penggunaan istilah "pinjol" atau pinjaman online kurang tepat disematkan pada Danacita yang merupakan penyelenggara financial technology peer-to-peer (P2P) lending.

"Saya rasa ini isunya bukan isu regulasi, ini isu paradigma. Paradigma yang kami (fintech pendanaan bersama) disamakan dengan pinjol. Paradigma bahwa apabila mahasiswa meminjam itu adalah harga yang sudah membuat mereka pasti mati masa depannya. Itu paradigma yang salah menurut saya," kata Andrisyah saat dijumpai wartawan usai konferensi pers Danacita di Jakarta, Jumat.

Berbeda dengan pinjol, Andrisyah menjelaskan bahwa platform fintech lending bahkan tidak memiliki akses ke data nasabah atau penerima dana. Fintech lending, imbuh dia, menggunakan cara-cara inovatif yang sudah disetujui oleh regulator untuk bisa membuat risk profiling dan mitigasi risiko.

"Berkaitan dengan subjeknya sendiri, mahasiswanya sendiri, saya rasa pendekatan yang dilakukan oleh fintech lending itu tidak jauh berbeda dengan lembaga jasa keuangan lain seperti perbankan. Tentunya analisis-analisis finansial, profiling, dan background itu pasti akan dilakukan. Saya rasa, sejauh ini Danacita melakukan pekerjaan yang baik dalam hal ini," kata dia.

Andrisyah menyampaikan bahwa AFPI menghargai Danacita yang memberikan opsi pendanaan alternatif untuk kebutuhan pendidikan mahasiswa.

Dia menilai, Danacita telah menjalankan prosedur dengan prinsip kehati-hatian dan pelindungan konsumen sesuai yang diarahkan oleh asosiasi.

"Apa yang mereka (Danacita) lakukan, setelah kami lakukan re-check lagi, itu cukup memuaskan buat kami. Mereka sangat prudent. Dan mereka mentality-nya memberikan fasilitas dan memberikan solusi, bukan cari untung," kata Andrisyah.

Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo juga menegaskan bahwa tidak ada bagi hasil atau keuntungan sama sekali antara Danacita dan ITB dalam program pembayaran UKT mahasiswa. Dia juga memastikan hal tersebut tidak terjadi pada kerja sama dengan lembaga pendidikan lainnya.

"Jadi murni memang kami hadir untuk memberikan solusi saja. Dan itu yang kami anggap sebagai nilai lebih kerja sama yang diterima oleh lembaga pendidikan. Jadi tidak ada bagi hasilnya," kata Alfonsus.

Sebelumnya pada 26 Januari 2024, OJK telah memanggil Danacita guna meminta penjelasan. Hal itu dilakukan merespon polemik yang beredar di media sosial soal kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang membuka opsi layanan pendanaan bagi mahasiswanya untuk membayar UKT melalui Danacita.

Pada 1 Februari 2024, OJK menyampaikan bahwa sejauh ini belum ada pelanggaran yang dilakukan Danacita maupun ITB lantaran kedua belah pihak sudah memiliki kesepakatan legal. Danacita sudah mengantongi izin dan diawasi oleh OJK berdasarkan Keputusan Anggota Komisioner OJK Nomor KEP-68/D.05/2021 tanggal 02 Agustus 2021.

Baca juga: Danacita sebut layanan pendanaan hanya salah satu opsi untuk bayar UKT

Baca juga: OJK: Belum ada pelanggaran yang dilakukan Danacita maupun kampus ITB

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024