Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang perjalanan politik perempuan di Indonesia merupakan pekerjaan rumah yang panjang untuk diwujudkan.

"(Pemenuhan) hak politik perempuan Indonesia masih merupakan PR panjang, meskipun kita sudah dilindungi, diberikan jaminan oleh konstitusi maupun berbagai kebijakan dan aturan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy dalam webinar bertajuk "Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, jumlah anggota DPR RI perempuan pada 2019 berjumlah 118 orang dari 575 kursi atau hanya 20,87 persen.

"Perempuan di parlemen masih belum memenuhi angka afirmasi 30 persen," kata Olivia Salampessy.

Baca juga: Komnas minta waspadai eskalasi politik jelang Pemilu 14 Februari

Baca juga: Komnas Perempuan apresiasi Debat Pilpres bahas isu perempuan


Untuk di level pemerintahan, pada 2020, sudah banyak perempuan yang tampil menduduki jabatan strategis.

Sementara di level yudikatif, tercatat perempuan masih sedikit yang berkiprah, di antaranya satu hakim konstitusi, enam anggota hakim agung, 28,81 persen hakim perempuan di Badan Peradilan Umum, dan 26,02 persen hakim perempuan di Badan Peradilan Agama.

"Level yudikatif masih terbatas, ya. Walau hakim perempuan sudah banyak. Namun, untuk hakim konstitusi saja sedikit. Bahkan untuk pimpinan di hakim agung kita belum punya pimpinan hakim agung perempuan," katanya.

Pihaknya juga menyoroti keterpilihan perempuan sebagai kepala daerah yang masih minim sejak Pilkada 2015 hingga Pilkada 2020.

Dikatakannya, budaya patriarki di masyarakat yang masih kental, membuat seolah-olah politik hanya merupakan ranah laki-laki.

Padahal, menurut Olivia Salampessy, terdapat sejumlah tokoh perempuan dari berbagai negara yang kepemimpinannya berhasil dalam politik, seperti Jacinda Ardern di Selandia Baru, Angela Merkel di Jerman, dan Tsai Ing Wen di Taiwan.

Berkaca pada tokoh-tokoh perempuan dunia tersebut, kata dia, perdebatan mengapa perempuan harus ada di politik seharusnya menjadi refleksi untuk mendorong keterwakilan perempuan di panggung politik Indonesia.*

Baca juga: Komnas: Masyarakat paling rugi jika Pemilu 2024 diwarnai kekerasan

Baca juga: Pemilu 2024 ajang optimalkan pemberdayaan perempuan dalam politik

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024