Kapiri Mposhi (ANTARA) - Elizabeth Banda (53), yang berasal dari Kapiri Mposhi, Zambia tengah, membuat terobosan dengan karya seninya.

Perjalanan seniman Banda dimulai sejak dia duduk di bangku sekolah dasar lebih dari tiga dekade silam. Dia masih ingat dengan jelas saat pertama kali tangannya menyentuh tanah liat, membentuk tanah liat itu menjadi berbagai benda dengan bimbingan gurunya.

"Saya senang membuat sesuatu dari tanah liat. Sebagai seorang remaja, saya menghabiskan banyak waktu untuk menyempurnakan keterampilan saya dan berharap dapat menghasilkan karya seni yang hebat," tuturnya.

Namun, tanggung jawab hidup lebih diutamakan, memaksanya untuk mengesampingkan aktivitas artistiknya dan memprioritaskan diri menjadi ibu rumah tangga. Banda menikah muda dan kemudian memiliki delapan anak, tujuh di antaranya telah meninggal dunia.

Meskipun demikian, takdir berkehendak lain untuknya. Sebuah pertemuan dengan para wanita yang terlibat dalam pembuatan pot tanah liat dan ornamen sederhana sekitar satu dekade yang lalu menghidupkan kembali semangatnya.

Berbekal bakat bawaannya, Banda memulai bakat seninya kembali. Dia mengubah sebagian rumahnya menjadi studio seni sementara, tempat dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membuat benda-benda unik dari tanah liat atau semen yang dicampur pasir.

"Saya menyadari bahwa jika saya dapat menciptakan sesuatu dari tanah, saya dapat membawa sukacita ke dalam kehidupan banyak orang sekaligus menghidupi keluarga saya," ujar Banda saat menggarap sebuah karya yang menggambarkan seorang pelajar sedang membaca buku. Karya ini dipesan oleh sebuah sekolah di Kota Kapiri Mposhi.

Karya seninya, yang masing-masing berharga 100-1.000 kwacha Zambia (1 kwacha Zambia = Rp581) atau sekitar 3,7-37 dolar AS (1 dolar AS = Rp15.685), bervariasi mulai dari patung kecil hingga bejana yang rumit, katanya.
 
  Seniman Elizabeth Banda mengerjakan patung seukuran manusia di Kapiri Mposhi, Zambia tengah, 26 Januari 2024. (Xinhua/Lillian Banda)   


Keahlian Banda menarik perhatian banyak orang di Kapiri Mposhi, dan ketenarannya sebagai seniman berbakat telah menginspirasi para wanita dan gadis muda untuk mempertimbangkan terjun ke dunia seni yang umumnya didominasi oleh kaum pria, termasuk seni pahat

"Hingga saat ini, saya belum pernah menjumpai seorang wanita yang membuat patung," kata Cecilia Mwewa (16). Hal ini mendorong dia untuk mengisi ruang yang didominasi oleh kaum pria.

Mary Mayondi (17) memuji Banda karena telah menorehkan pencapaian sebagai satu-satunya seniman wanita di Kapiri Mposhi yang terlibat dalam pembuatan berbagai objek seukuran aslinya.

"Karena dialah saat ini saya mengikuti pelajaran daring di bidang seni dan pembuatan patung. Saya berniat memanfaatkan keterampilan ini untuk menghasilkan uang," kata Mayondi.

Kapiri Mposhi Royal Academy, salah satu sekolah yang menggandeng Banda untuk memasang patung seukuran aslinya agar menambah keindahan di lingkungan sekitar, mengatakan bahwa pihak sekolah terinspirasi oleh Banda untuk memperkenalkan seni sebagai sebuah mata pelajaran.

"Idenya adalah untuk membekali para murid dengan keterampilan praktis agar mereka dapat berkreasi dan mungkin menggunakan seni untuk menghasilkan uang, seperti halnya Banda," ujar Martin Simusamba, direktur sekolah tersebut. "Anak-anak perempuan akan dianjurkan untuk mengambil bidang seni guna memanfaatkan potensi mereka." Selesai


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024