Denpasar (ANTARA) -
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali, tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bali soal penempatan uang atau deposito dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) di beberapa bank oleh Universitas Udayana.
 
Mantan rektor Universitas Udayana Prof. I Nyoman Gde Antara divonis bebas oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar dalam putusan sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Kamis.
 
Dalam amar putusan terhadap terdakwa, Majelis Hakim pimpinan Agus Akhyudi mengatakan tidak menemukan unsur pidana dalam hal penempatan sejumlah uang di beberapa bank mitra Universitas Udayana.
 
Dalam pertimbangannya terkait penempatan uang SPI di bank mitra pemerintah, yang memberikan manfaat berupa bantuan sponsor atas kendaraan dinas kepada Universitas Udayana, Majelis Hakim berpendapat proses kerja sama penempatan uang PNBP (yang di dalamnya termasuk dana SPI) merupakan perbuatan di bidang hukum perdata, sehingga penerimaan manfaat tersebut tidak ada sifat melawan hukum secara pidana.
 
Apalagi pemanfaatan kendaraan tersebut diberikan kepada pegawai Unud dan diatasnamakan Unud, bukan kepada pribadi terdakwa I Nyoman Gde Antara.
 
Karena atas nama Unud, pemanfaatan kendaraan dinas tersebut oleh terdakwa Nyoman Gde Antara tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan menguntungkan diri sendiri dalam pengertian hukum pidana.
 
"Majelis Hakim sependapat dengan JPU tentang tidak adanya kerugian negara dalam perkara ini, sebagaimana tidak dibuktikan oleh JPU dalam tuntutannya (dakwaan kesatu primer, dakwaan kesatu subsider)," kata majelis hakim.
 
Adapun Pasal-pasal yang dimaksud adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 9, Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 KUHP.
 
Majelis Hakim memutuskan bahwa dalam perkara itu, tidak ada satu pun bukti terdakwa I Nyoman Gde Antara menerima sejumlah uang, atau menikmati uang dari proses penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri baik sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa baru tahun akademik 2018/2019, 2019/2020 dan 2020/2021 dan kapasitasnya sebagai Rektor Unud tahun 2022/2023.
 
Padahal, menurut hakim, fakta penerimaan uang yang menjadi karakteristik khusus suatu tindak pidana korupsi.
 
Karena tidak terbukti korupsi, Majelis Hakim membebaskan Prof. I Nyoman Gde Antara  dari semua dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
 
Atas dasar itu, Prof Antara juga dibebaskan dari tahanan sementara setelah putusan itu diucapkan.
 
Selain itu, hakim juga memutuskan pemulihan hak terdakwa Prof. Dr. I Nyoman Gde Antara dalam kemampuan, kedudukan serta jabatannya.

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024