Jakarta (ANTARA) -
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, menyambut baik rencana Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pelayanan bagi semua agama, namun ia memberikan sejumlah catatan yang mesti dipenuhi Kementerian Agama.
 
"Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung oleh pelbagai pihak," ujar Tholabi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menag yakin usulan KUA bagi semua agama diterima semua pihak
 
Tholabi mengatakan usulan tersebut harus terlebih dahulu dikonsolidasikan melalui berbagai aspek, baik secara regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM).
 
Menurut dia, berbagai aspek tersebut penting dikonsolidasi untuk memastikan bahwa rencana tersebut dapat berjalan dengan baik.
 
“Untuk merealisasikan gagasan tersebut, tentu sejumlah aspek seperti regulasi, organisasi, hingga SDM harus dibereskan terlebih dahulu,” kata Tholabi.
 
Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini menyebutkan dari sisi regulasi secara eksplisit maupun implisit masih menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk Muslim dan pencatatan perkawinan bagi non-Muslim.
 
Soal regulasi ini, kata Tholabi, membutuhkan energi yang tidak ringan. Terdapat sejumlah regulasi yang berkenaan dengan pernikahan, seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.
 
Lalu, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
 
Kemudian, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA).

Baca juga: Kemenag persiapkan KUA bisa layani umat semua agama

Di bagian ini, Tholabi mengingatkan akan berdampak pada persinggungan dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antarinstansi.
 
"Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan," kata Tholabi.
 
Di bagian lainnya, Tholabi juga menyoroti tentang satuan kerja yang membidangi masalah Kantor Urusan Agama (KUA), yakni Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
 
Menurut dia, perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial. “Saya kira, jika urusan internal organisasi di Kementerian Agama tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja," kata Tholabi.
 
Di aspek lainnya, kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi pelayanan yang prima kepada masyarakat.
 
"Soal SDM di lapangan juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan," kata Tholabi.
 
Kendati demikian, menurutnya, rencana Kementerian Agama menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan perkawinan bagi semua pemeluk agama mendapat dukungan dari berbagai pihak.
 
Menurut dia, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat beragama dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.

Baca juga: DPR ingatkan siapkan regulasi soal KUA jadi tempat nikah semua agama

Baca juga: Bamsoet minta Kemenag optimalkan rencana KUA catat nikah semua agama

Baca juga: HNW minta menag lebih berdayakan KUA daripada tempat nikah semua agama




 

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024