Jakarta (ANTARA News) - Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Sihahaan mengatakan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi tidak diperlukan jika Komisi Pemberantasan Korupsi menaikkan status Akil Mochtar menjadi tersangka.

"(Kalau naik status) tidak diperlukan MKH, tapi mungkin mereka (MK) merasa perlu membentuk MKH sebagai bentuk respons," kata Maruarar usai mengikuti sidang di MK Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan jika sudah masuk KPK proses hukum dan tindakannya sangat jelas. "Nantinya kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka pemberhentian sementara itu sudah jelas," katanya.

Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan pembentukan MKH akan dilakukan Kamis ini dan akan melakukan persidangan pada Jumat besok.

"Nanti akan diumumkan (anggota MKK). Kami mau memastikan dulu kesediaan masing-masing, saya kira sore atau malam sudah diumumkan, atau siang ini, saya sudah minta pak Sekjen untuk mengonfirmasi mereka," kata Hamdan Zoelva.

Sementara Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengatakan pihaknya mengundang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD untuk masuk dalam Majelis Kehormatan Konstitusi guna melakukan persidangan kode etik kasus AM.

"Hari ini sekjen kirim undangan ke beberapa instansi dan beberapa orang. Instansi tentu Komisi Yudisial, dari perguruan tinggi pak Hikmanto, mantan Hakim Konstitusi pak Mahfud MD, Hakim Konstitusi pak Harjono, dan dari lembaga negara sedang dipertimbangkan, totalnya lima orang," kata Patrialis.

Patrialis menyatakan Sekjen MK selaku yang bertanggung jawab terhadap operasional sedang berupaya menghubungi orang-orang bersangkutan untuk dikonfirmasi kesediaannya masuk dalam MKH.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM yang diduga menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

"Penyidik menangkap tangan beberapa orang di kompleks Widya Chandra, dengan inisial AM, CHN, dan CN," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, dalam jumpa pers.

Johan mengatakan, AM merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi, sementara CHN seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan CN seorang pengusaha.

Di Widya Chandra, penyidik menyita uang dolar Singapura, perkiraan sementara, senilai Rp2 miliar hingga Rp3 miliar, yang diduga merupakan pemberian CHN dan CN kepada AM terkait yang diduga terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Setelah itu, lanjut Budi, KPK juga melakukan operasi tangkap tangan di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat, dan menahan dua orang yang dengan inisial HB dan DH.

"HB seorang kepala daerah. DH itu swasta, diamankan di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat," kata Johan.

Hingga saat ini, lanjut Johan, status kelima orang tersebut masih sebagai terperiksa, dan akan dilakukan pemeriksaan 1 x 24 jam terlebih dulu.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013