Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memproyeksikan akan adanya koreksi harga beras di pasaran menjelang panen raya sehingga dapat memberikan kelonggaran bagi masyarakat dalam mengakses salah satu bahan makanan pokok tersebut.

“Di bulan puasa (harga beras) nanti akan terkoreksi, jadi malah kebalikannya, nanti yang harus dijaga adalah harga tingkat petani,” kata Arief usai meninjau Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) guna memastikan kondisi beras aman di Jakarta, Rabu.

Dalam kunjungan di PIBC, Arief mengunjungi pasar tersebut bersama Satuan Tugas Pangan Polda Metro Jaya (Satgas Pangan PMJ), Perum Bulog, dan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi).

Dia meyakini usai panen nanti harga gabah dan beras akan turun. Harga gabah akan berangsur turun dari yang sebelumnya Rp8.600/kg-Rp8.700/kg akan menjadi Rp8.000/kg, bahkan diperkirakan akan mencapai Rp6.500/kg.

Baca juga: Bapanas pastikan stok beras aman hingga Ramadhan

“Harga gabah Rp8.000/kg, maka jangan pangling, jangan heran kalau harga berasnya Rp16.000/kg. Kalau mau harga berasnya Rp14.000/kg, maka harga gabahnya itu kurang lebih Rp7.000/kg," kata Arief.

Arief menyampaikan bahwa Bapanas sebagai perwakilan pemerintah memiliki tugas untuk menjaga harga beras di hilir sehingga bisa diakses oleh masyarakat Indonesia yang lebih dari 270 juta jiwa.

Selain itu, Bapanas juga akan menjaga harga padi di tingkat di tingkat produsen. Jangan nanti sampai, lanjut Airef, ada isu bahwa pemerintah tidak peduli terhadap gabah petani.

“Tidak demikian. Harga gabah itu pasti akan turun seiring berjalannya panen, jadi bahasanya bukan harga anjlok,” ucap Arief.

Arief menyebutkan arahan Presiden Joko Widodo kepada pihaknya adalah terwujudnya keseimbangan dan harga yang baik dan wajar mulai dari hulu sampai hilir.

Untuk itu, ia berkomitmen saat panen padi mengalami eskalasi, baik harga di hulu dan hilir bisa terkoreksi kembali menemui keseimbangan yang baik dan wajar.

Baca juga: Bapanas sebut pemberian bansos bukan penyebab naiknya harga beras

“Angka di hulu itu setelah HPP (Harga Pokok Produksi) dan harus ada margin. Sementara di hilir, perlu ada kombinasi dan ini harus diseimbangkan. Saya ulangi sekali lagi ya, kalau nanti ada isu bahwa harga anjlok karena panen, tapi angkanya itu tetap harus di atas HPP plus margin yang dimiliki oleh petani. Ini yang harus terus dijaga,” jelas Arief.

Menurut Arief salah satu penyebab harga gabah naik karena kurangnya pasokan dan tingginya permintaan. Pada saat produksi beras itu di bawah 2,5 juta ton sebulan, maka hal tersebut akan menimbulkan rebutan gabah di tingkat petani.

“Lalu karena faktor-faktor produksi, jadi pemicunya kombinasi dari semua dan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Untuk itu, Badan Pangan Nasional tentunya bersama seluruh stakeholder terkait hari ini mementingkan stok level yang harus dijaga di Bulog,” papar Arief.

Ia menuturkan bahwa Bulog minimal harus mempunyai beras 1,2 juta ton. Bulog itu, kata Arief pula, sudah sangat bekerja keras dalam mendistribusikan beras penugasan pemerintah. Apalagi beras yang diimpor Bulog dengan broken 5 persen.

Menurut Arief, beras broken 5 persen secara standar internasional merupakan beras premium, sehingga yang didistribusikan ke masyarakat dalam program intervensi pemerintah adalah beras berkualitas bagus.

Sampai 27 Februari 2024, stok CPP dalam bentuk beras total ada 1,3 juta ton. Sementara stok beras yang ada di PIBC masih di atas normal mencapai 34 ribu ton dan Cadangan Beras Pemerintah Daerah (CPPD) yang ada di provinsi tercatat total 7,4 ribu ton.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024