Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR RI, Chairun Nisa, yang menjadi tersangka penerima suap kasus sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah tampak menangis saat keluar dari Gedung KPK, di Jakarta, Kamis malam sekitar pukul 21.40 WIB.

Politisi Partai Golkar itu terlihat cukup terpukul. Ia memeluk erat seorang pria berkemeja biru yang diduga suaminya dengan inisial M.

Chairun Nisa menggunakan baju tahanan KPK dengan jilbab berwarna krem. Saat melihat rombongan  wartawan yang sudah menantinya di depan pintu depan Gedung KPK. Saat hendak keluar, ia sempat ragu kemudian berhenti sambil memeluk erat pria berkemeja biru seraya menangis.

Perempuan berkacamata itu tidak mengungkapkan sepatah kata pun saat menuju mobil tahanan meskipun diberondong pertanyaan oleh wartawan. Chairun Nisa kemudian dibawa ke rumah tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan selama hampir satu hari penuh.

Chairun Nisa diciduk KPK pada Rabu (2/10) malam di kediaman Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar di kompleks Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan.

Penyidik KPK menangkapnya saat dia bersama seorang pengusaha asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Cornelis Nhalau saat mendatangi kediaman Akil bersama bukti uang senilai 284.050 dolar Singapura dan 22.000 dolar AS yang dimasukkan dalam beberapa amplop cokelat. Total uang sekitar Rp3 miliar.

KPK juga mengamankan mobil fortuner berwarna putih yang mengantar Chairun Nisa. Mobil tersebut dikendarai oleh suaminya, berinisial M.

"AM (Akil Mochtar) dan CN (Chairun Nisa) ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima. Keduanya diduga melanggar pasal 12 huruf c jo pasal 55 ayat 1 ke-1 atau pasal 6 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad, di Jakarta, Kamis.

Pasal 12 c adalah menhenai hakim yang menerima hjadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempenharuhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 ttahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan pasal 6 ayat dua adalah mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

Selain ketiganya, ditangkap pula bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah Hambit Bintih dan seorang pengusaha bernama Dhani di satu hotel di Jakarta Pusat.

"HB (Hambit Bintih) dan CHN (Cornelis) diduga sebagai pemberi suap, kedua diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," tambah Abraham.(*)



Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013