Jakarta (ANTARA) - Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menyatakan kualitas publikasi jurnal akan mempengaruhi reputasi perguruan tinggi dan dosen Indonesia di kancah internasional.

“Makanya sangat penting untuk memastikan jurnal tempat kita publikasi betul-betul berkualitas, bukan abal-abal dan bukan predator,” katanya dalam acara Indonesia Research Summit-Editage di Jakarta, Kamis.

Nizam menuturkan selama ini jumlah publikasi jurnal Indonesia sangat banyak bahkan melampaui negara-negara lain terutama di Asia.

Di sisi lain, publikasi tersebut kurang berkualitas sehingga masih perlu ditingkatkan agar membawa dampak baik bagi nama perguruan tinggi dan dosen Indonesia.

Baca juga: Kemendikbud sebut publikasi jurnal Indonesia banyak yang abal-abal

Baca juga: Kemendikbudristek instruksikan PTN akselerasi program dan anggaran


Nizam menjelaskan untuk memperkuat publikasi internasional dapat dilakukan dengan adanya kolaborasi baik antar perguruan tinggi negeri maupun dengan perguruan tinggi luar negeri.

Bahkan para peneliti Indonesia juga bisa bersinergi dengan peneliti-peneliti dari negara maju sehingga akan sangat membantu Indonesia dalam mengakses jurnal internasional.

“Itu akan sangat membantu kita mengakses jurnal internasional dan meningkatkan kualitas penelitian kita,” ujar Nizam.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor bidang Penelitian dan Transfer Teknologi Binus Juneman Abraham mengatakan jurnal internasional dapat meningkatkan pemeringkatan perguruan tinggi hingga bermanfaat bagi sitasi peneliti itu sendiri.

Meski demikian, Juneman mengingatkan agar kampus maupun peneliti tetap harus mengutamakan kebermanfaatan dari publikasi jurnal yang dihasilkan terutama untuk masyarakat.

Ia mencontohkan, ketika peneliti membuat penelitian atau jurnal terkait sains maka masalah yang diangkat dalam jurnal tersebut harus ada di dalam masyarakat Indonesia.

Namun masalahnya, menurut Juneman, penelitian sains di Indonesia banyak yang mengutamakan novelty atau originality untuk artikel-artikelnya yang mengedepankan kebaruan.

Dengan mengedepankan hak tersebut maka terkadang jurnal yang dihasilkan mengorbankan banyak aspek termasuk mengenai kebermanfaatannya bagi masyarakat.

"Sehingga seringkali mengorbankan reproducibility, di mana sebenarnya ada hasil-hasil sains yang perlu direplikasi, yang perlu diuji ulang di berbagai tempat sehingga menghasilkan sains yang kokoh. Ini namanya reproducibility krisis," katanya.*

Baca juga: Kemendikbudristek: Kuota IISMA 2024 capai 3.300 orang ke 30 negara

Baca juga: Kemendikbudristek: Kampus Merdeka solusi hadapi dinamika global

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024