Dalam lima tahun terakhir ini, konflik manusia dan buaya meningka
Pangkalpinang (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan telah menangani 127 kasus konflik buaya dan manusia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam lima tahun terakhir sebagai dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan bijih timah secara ilegal.

"Dalam lima tahun terakhir ini, konflik manusia dan buaya meningkat," kata Polhut Ahli Madya BKSDA Sumsel M Andriansyah di Pangkalpinang, Senin.

Ia mengatakan konflik buaya dan manusia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 127 kasus tersebar di Belitung Timur sebanyak 23 kasus, Belitung 6 kasus, Bangka Barat 10 kasus, Bangka Tengah 17 kasus, Bangka Selatan 15 kasus, Bangka 36 kasus, dan Pangkalpinang 20 kasus.

"Konflik antara buaya dan manusia ini telah menimbulkan masalah serius di banyak belahan dunia, termasuk Kepulauan Bangka Belitung," katanya.

Baca juga: BRIN: Buaya Australia masuki perairan NTT & berkonflik dengan manusia
Baca juga: 40 warga Babel tewas diserang buaya dalam lima tahun terakhir


Menurut dia, bahaya konflik satwa dan masyarakat sudah sangat signifikan, manusia bisa kehilangan properti hingga nyawa. Sementara itu, di sisi satwa, banyak yang terbunuh, ditangkap, dilukai sebagai bentuk balas dendam manusia.

"Pada awal tahun ini, sudah ada beberapa kasus buaya yang menyerang warga sedang mencari ikan dan menambang timah di kolong dan sungai yang mengakibatkan kematian, kehilangan anggota tubuhnya," katanya.

Menurut dia alasan buaya menyerang manusia, karena berburu makanan, mempertahankan wilayah, mempertahankan sarang atau anaknya dan kesalahan identitas.

"Beberapa serangan yang dilakukan buaya ini, karena merasa terpojok sehingga buaya ini melakukan serangan pada apa yang berada dalam wilayah serangannya," katanya.

Baca juga: DLHK: Kerusakan lingkungan 197.065 hektare di Babel picu konflik buaya
Baca juga: BPBD: Konflik masyarakat dengan buaya di Babel meningkat

 

Pewarta: Aprionis
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024