Kerusakan lingkungan khususnya tempat habitat buaya di Babel cukup tinggi, karena penambangan bijih timah ilegal
Pangkalpinang (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyatakan kerusakan lingkungan hutan mangrove dan sungai seluas 197.065 hektare di Kepulauan Babel, sebagai pemicu konflik antara buaya dan manusia.

"Kasus konflik buaya dan manusia terus meningkat, karena kerusakan lingkungan," kata Kepala DLHK Provinsi Kepulauan Babel Fery Afriyanto saat diskusi publik konflik buaya dan manusia di Pangkalpinang, Rabu.

Baca juga: Walhi soroti dugaan kerusakan mangrove dan penimbunan Danau Gili Meno

Ia mengatakan, kondisi kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 2023 mencapai 197.065 hektare tersebar di Kabupaten Bangka, Bangka Tengah, Bangka Barat, Bangka Selatan, Belitung, Belitung Timur dan Kota Pangkalpinang.

"Kerusakan lingkungan, khususnya tempat habitat buaya di Babel cukup tinggi, karena penambangan bijih timah ilegal," ujarnya.

Ia menyatakan, dalam mengurangi kerusakan lingkungan ini, Pemprov Kepulauan Bangka Belitung bersinergi dengan semua pihak seperti Polda, Korem, dunia usaha, dan instansi terkait lainnya melakukan penanaman pohon di lahan-lahan kritis tersebut.

Baca juga: Berkolaborasi menghentikan laju kerusakan hutan mangrove di Malut

"Kemarin Pj Gubernur Kepulauan Babel bersama Kapolda Kepulauan Babel serta instansi terkait lainnya telah melakukan penanaman pohon di kawan hutan lindung di Lintas Timur Kabupaten Bangka," katanya.

Namun, ia sangat menyayangkan dua hari setelah penanaman pohon di kawasan hutan lindung di Lintas Timur Bangka tersebut, para penambang bijih timah ilegal menambang di kawasan penanaman pohon tersebut.

"Hanya berselang dua hari penanaman pohon, mesin-mesin tambang sudah beroperasi di kawasan hutan lindung tersebut dan ini lah kondisi sekarang di Babel," katanya. 

Baca juga: Luwu dan Lutra penyumbang terbesar kerusakan mangrove Sulsel

Pewarta: Aprionis
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024