Jakarta (ANTARA) - Alat pendeteksi penyakit (Polymerase Chain Reaction/PCR) buatan peneliti dari Universitas Surabaya (Ubaya), Jawa Timur jadi salah satu produk yang banyak diminati dalam Pertemuan Bisnis Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) VII 2024 di Bali.

Dekan Fakultas Teknobiologi Ubaya Sulistyo Emantoko saat ditemui di Sanur, Bali, Rabu, mengatakan bahwa ada sekitar 10 penawaran pelaku industri per hari yang datang dan menyatakan ketertarikan untuk membeli dan memasarkan secara luas PCR Shrimp Disease Detection Kit ini.   

“Penawaran yang paling banyak itu dari perusahaan industri perikanan skala besar nasional, distributor alat kesehatan, instansi pemerintah yang empat di antaranya hari ini mengarah pada MoU,” kata dia.  

Produk buatan dalam negeri berbasis biomolekul dukungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi itu diminati pelaku industri nasional berkat kemampuannya yang bisa mendeteksi virus penyakit secara cepat, tepat, tanpa melalui uji laboratorium.  

Ia menjelaskan, PCR itu dibuat secara khusus untuk mendeteksi virus sindrom bintik putih (WSSV) pada udang yang marak beberapa waktu ini. WSSV adalah penyakit yang sangat menular dan mematikan yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi industri budidaya udang.  

Bila sebelumnya pelaku industri memerlukan waktu lebih dari sepekan untuk mendapatkan hasil uji laboratorium atas virus WSSV, namun menurut Emantoko, dengan PCR ini pemeriksaan bisa langsung dilakukan di lokasi dan hasilnya sudah bisa pun didapatkan hari itu juga.  

“Karena cepat dideteksi secara akurat oleh PCR ini maka potensi kematian udang akibat virus bisa cepat di tangani, lalu industri tak merugi seperti yang telah kami uji coba kan di Jawa Timur,” ujarnya.  

Menurut dia, penggunaan enzim yang diproduksi pada PCR menjadi keunggulan tersendiri. Enzim tersebut sudah dilengkapi dengan penstabil tertentu hasil kajian laboratorium bioteknologi Ubaya secara mandiri.

Bahkan tak hanya pada udang, ia menyebutkan, enzim itu pula yang membuat PCR Ubaya juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit atau virus yang menyerang manusia seperti COVID-19 dan sejenisnya dengan keampuhan yang sama.

“Saya menilai apa yang kami buat ini menjadi solusi yang tepat menjawab kebutuhan pasar dalam negeri. Sejalan dengan P3DN maka kita sudah tidak perlu impor PCR lagi,” kata dia.

Pertemuan bisnis merupakan agenda tahunan diinisiasi Kementerian Perindustrian dalam rangka mendukung peningkatan produk dalam negeri (P3DN). Pertemuan Bisnis VII berlangsung 4-7 Maret 2024 di Sanur, Bali.

PCR Teknobiologi Ubaya merupakan salah satu dari 10 produk dalam negeri dukungan Kemendikbudristek yang jadi pemenang seleksi matching fun (MF) 2023, sehingga berkesempatan untuk memperkenalkan produknya bersama ratusan produk buatan dalam negeri lainnya pada kegiatan ini.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menargetkan realisasi nilai kontrak belanja produk dalam negeri pada triwulan pertama 2024 oleh pemerintah pusat dan daerah senilai Rp250 triliun.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang saat membuka acara, mengaku optimistis nilai kontrak itu bisa terealisasi karena pada 2024 potensi belanja barang dan modal dari APBN-APBD mencapai Rp1.223 triliun.

Terlebih, dalam Pertemuan Bisnis P3DN ini sudah tercapai komitmen belanja produk dalam negeri mencapai senilai Rp90 triliun sejak Selasa (5/3). Nilai komitmen tersebut untuk sementara dilakukan oleh 2.167 satuan kerja dengan jumlah komitmen yang masuk mencapai 87.538 data.

Kemendikbudristek menjadi salah satu lembaga pemerintah yang paling tinggi mendapatkan belanja produk dalam negeri dalam kegiatan tersebut, setelah Kementerian Pertahanan dengan BUMN (PT LEN dan Pindad).

Baca juga: Pertemuan Bisnis P3DN 2024 di Bali pacu eksistensi pendidikan vokasi

Baca juga: Pakar: Ada beberapa cara mencegah dan mengobati penyakit gondok

Baca juga: Peneliti UGM ungkap terapi gen bantu pengobatan penyakit langka


 

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024