Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Peraturan Pengganti UU (Perpu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK). 

Tapi bagi mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, Perppu yang ditandatangi Presiden SBY itu telah kehilangan makna dan urgensi. Perppu tentang MK ini, terlalu lama baru diterbitkan oleh Presiden terhitung sejak ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar tanggal 2 Oktober yang lalu. 

Tenggang waktu lebih dua minggu itu menyebabkan unsur kegentingan yang memaksa yang menjadi dasar diterbitkannya Perppu menjadi hilang. Sebab dalam waktu lebih dua minggu itu telah terjadi "self recovery" di tubuh MK sendiri. 

Self recovery itu terjadi karena intensifnya KPK, BNN, PPATK dan Majelis Kehormatan menangani kasus Akil. Sementara 8 hakim MK, dipimpin wakil ketuanya, juga berupaya sungguh-sungguh memulihkan kepercayaan rakyat melalui kinerja mereka.

"Saya termasuk orang yang setuju Presiden menerbitkan Perppu, segera sehari atau dua hari setelah KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar. Pada saat Ketua MK ditangkap KPK, adalah saat krisis kepercayaan dan keraguan yang luar biasa terhadap MK. Dalam situasi seperti itu ada unsur kegentingan yang memaksa, yang menjadi dasar bagi Presiden untuk menerbitkan Perpu guna memulihkan kepercayaan," kata Yusril sebagaimana yang diterima ANTARA News melalui pesan BBM di Jakarta, Jumat.

Berbagai putusan MK dalam dua minggu terakhir, tanpa Akil, membuat kepercayaan rakyat berangsur pulih. Adanya self recovery MK itu menyebabkan Perppu yang diterbitkan Presiden malam ini kehilangan makna dan urgensinya. 

 "Sebagai mantan Menkumham dan Mensesneg yang dulu sering menangani Perpu, saya heran mengapa begitu lambat Presiden menerbitkan Perppu ini. Padahal, Perppu tentang MK ini tergolong sederhana jika dibanding dengan Perppu Terorisme pasca Bom Bali tahun 2002 yang cukup rumit isinya," imbuhnya.

Krisis kepercayaan terhadap MK pasca tertangkapnya Ketua MK disebabkan oleh karena tidak ada pengawasan terhadap hakim-hakimnya. "Karena itu, jika saat itu Presiden menerbitkan Perppu untuk mengawasi hakim MK, kepercayaan akan segera pulih. Pencari keadilan tidak ragu-ragu lagi," kata Yusril.

Dia menambahkan, karena hal yang mendesak hanya mengenai pengawasan, maka disarankan agar Perppu itu isinya hanya itu saja, tidak mencakup yang lain. "Kalau mengenai syarat menjadi hakim MK dan pola rekrutmen hakim MK, tidak perlu dituangkan dalam Perppu. Presiden dapat mengajukan RUU saja ke DPR RI," kata mantan Menteri Sekretaris Negara itu.

Sewaktu dirinya bersama mantan Wakil Sekretaris Kabinet, Erman Rajagukguk, tidak lah terlalu lama membuat sebuah Perpu.

"Kita dulu bikin Perpu hanya hitungan jam, bukan hari. Apalagi hitungan minggu, karena paham sifat kegentingannya," kata Yusril.

Presiden SBY mengatakan meminta masukan pakar hukum tatanegara dalam menyiapkan Perpu MK ini. "Saya memang berikan masukan terhadap perlunya Perpu diterbitkan segera setelah Akil ditangkap, karena ada sifat kegentingan yang memaksa. Masukan itu saya kirim via BBM ke Presiden SBY, ketika beliau di berada di Bali menjelang KTT APEC. Namun saya tidak ikut dalam pertemuan membahas penyusunan Perppu tentang MK tersebut, sampai Perppu itu diteken Presiden malam ini," papar Yusril.

Karena Perpu sudah diterbitkan, maka "nasib" Perpu tersebut kini tergantung pada DPR RI, "Apakah akan mensahkannya menjadi UU atau menolaknya. Kalau DPR RI menolaknya, maka Perpu tersebut harus dicabut. Presiden harus ajukan RUU baru untuk merubah UU MK ke DPR RI untuk dibahas. Saya belum dapat memprediksi apakah DPR akan menerima atau menolak Perpu Perubahan UU MK ini," katanya.

Walaupun dirinya mengkritik isi maupun keterlambatan penerbitannya, namun harus dipahami bahwa Perppu tersebut kini sah berlaku sebagai norma hukum. "Keberlakuan Perppu tersebut mengikat siapa saja, sampai nanti DPR RI misalnya, menolak Perpu tersebut untuk disahkan menjadi UU. Karena itu, syarat untuk menjadi hakim MK dan tata cara rekrutmennya, misalnya untuk mengganti Akil, harus mengikuti norma dalam Perppu ini," ujar dia.

Untuk pengawasan, masih diperlukan berbagai aturan yang harus disiapkan oleh Komisi Yudisial, termasuk lembaganya. Karena itu, lembaga pengawas yang harus dibentuk MK dan KY tampaknya tidak akan segera terbentuk dalam waktu singkat. "Apalagi kini ada keraguan mengenai nasib Perppu ini, apakah akan diterima atau ditolak oleh DPR RI," pungkas Yusril.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013